MA Tidak Mau Komentari Inkonsistensi Putusan MK

PK Hanya Satu Kali

MA Tidak Mau Komentari Inkonsistensi Putusan MK

Septiana Ledysia - detikNews
Rabu, 07 Jan 2015 16:06 WIB
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) tidak mau menanggapi inkonsistensi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang PK boleh berkali-kali. MK pada tahun 2010 menyatakan PK hanya sekali, tetapi pada 2014 berubah menjadi PK boleh berkali-kali.

"Silakan dicari sendiri di website MK, ada putusan nomor 16 tahun 2010,
silakan dilihat dan dibandingkan, apa isinya dan bandingkan dengan putusan MK yang nomor 34 tahun 2013," kata Ketua MA Hatta Ali dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Rabu (7/1/2015).

Dalam perkara nomor 16/PUU-VIII/2010, MK yang kala itu diketuai Mahfud MD menyatakan PK hanya satu kali untuk memberikan kepastian hukum. Pertimbangannya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Mahkamah, jika ketentuan permohonan peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa tidak dibatasi, maka akan terjadi ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum, sampai berapa kali peninjauan kembali dapat dilakukan.

Keadaan demikian akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil kapan suatu perkara akan berakhir yang justru bertentangan dengan UUD 1945 yang harus memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap setiap orang. Dalam kasus a quo, tidak ada pelanggaran terhadap prinsip pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, karena pemohon tidak diperlakukan berbeda dengan semua warga negara lainnya.

Pembatasan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penyelesaian suatu perkara, sehingga seseorang tidak dengan mudahnya melakukan upaya hukum peninjauan kembali secara berulang-ulang. Lagipula, pembatasan ini sejalan dengan proses peradilan yang menghendaki diterapkannya asas sederhana, cepat dan biaya ringan.

Dengan pembatasan itu pula akan terhindarkan adanya proses peradilan yang berlarut-larut yang mengakiibatkan berlarut-larutnya pula upaya memperoleh keadilan yang pada akhirnya justri dapat menimbulkan pengingkaran terhadap keadilan itu sendiri sebagaimana dilukiskan dalam adagium justice delayed justice denied.

Namun pandangan di atas berubah pada saat Ketua MK dijabat Akil Mochtar. MK tiba-tiba berbalik arah dengan pertimbangan:

Upaya pencapaian kepastian hukum sangat layak untuk diadakan pembatasan namun upaya pencapaian keadilan hukum tidaklah demikian, karena keadilan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar, lebih mendasar dari kebutuhan manusia tentang kepastian hukum

"Saya tidak boleh mengomentari putusan, apalagi lembaga lain. Silakan itu didownload sendiri dan dipelajari putusannya," ujar Hatta Ali.Β 

Alhasil, MK kini membolehkan PK berkali-kali. Belakangan putusan MK itu menuai kontroversi karena dipakai tameng gembong narkoba untuk menghindar dari eksekusi mati.

(spt/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads