"Kalau kita mau komit terhadap pemberantasan narkoba, ayo kita sama-sama memeranginya. Mari kita bersama-sama memberantas narkoba," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur saat berbincang dengan detikcom, Jumat (2/1/2015).
Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 tahun 2014 itu ditandatangani oleh Ketua MA Hatta Ali di penghujung tahun yaitu tepat pada 31 Desember 2014. Hal ini menjawab keraguan jaksa yang berdalih tidak berani mengeksekusi mati gembong narkoba karena mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua kali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Putusan itu mahkota hakim. Tidak dengan serta merta diputus, tidak perlu dikomentari lagi karena putusan sudah penuh dengan pertimbangan. Kalau kita muter lagi, balik lagi, maju mundur, ya pupus harapan kita dalam memerangi narkoba," ujar Ridwan.
Sedikitnya 64 orang menanti eksekusi mati dalam kasus narkotika. Mereka masih dibiarkan jaksa menghirup udara di dalam penjara. Bahkan beberapa di antaranya kembali mengendalikan pembangunan pabrik narkoba dari balik penjara, seperti yang dilakukan Benny Sudrajat.
"Bisa dibayangkan, dalam perkara perdata saja, jika tidak dieksekusi, suka tidak suka, sama saja tidak memberikan rasa keadilan. Apalagi ini kasus pidana. Kita sepakat berkomitmen bahwa narkoba sangat berbahaya, kejahatan serius yang membakayakan masyarakat dan generasi muda. MA mengharap ini segera dieksekusi," pungkas Ridwan.
Sikap Jaksa Agung itu bertolak belakang pada saat menuntut para gembong narkoba yaitu dengan tuntutan mati. Setelah permintaan dikabulkan pengadilan, jaksa malah enggan melaksanakannya.
"Kalian kan tahu bagaimana hukuman mati. Bisa pro dan kontra. Sabar dululah," ujar Jaksa Agung Prasetyo.
(asp/fjr)