"โKalau pejabat blusukan naik motor itu hal yang biasa. Di Blitar juga saya naik motor untuk ketemu masyarakat," kata Djarot saat berbincang dengan wartawan di Rumah Dinas Wakil Gubernur DKI, Jalan Besakih, Jaksel, Kamis (25/12/2014).
Ia mengakui banyak perbedaan besarโ antara Bermotor di Jakarta dan Blitar. Wilayah Blitar yang kecil membuatnya merasa lebih tenang berkendara. Kondisi jalan dan kualitasnya pun lebih baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sini muridnya pembalap semuanya. Yang sudah tertib pun juga takut. Tetap terhadang dan selip-selip. Saya jujur saja kalau jalan raya saya takut bermotor. Sebentar-sebentar dipepet Kopaja, dipepet motor. Saya mau bermotornya di kampung-kampung saja," ucapnya.
5 Motor yang diminta Djarot memang diperuntukkan untuk blusukan ke kampung-kampung. Namun, ia sudah merasakan dibonceng naik motor saat blusukan ke Kali Cideng, Jakarta Pusat dari Balai Kota. Di jalan itu, ia melihat sendiri kemacetan di sepanjang Jalan Cideng.
Saat di Blitar, ia membeli sebuah motor untuk blusukannya. Ia lebih banyak menghabiskan kegiatan bertemu masyarakat dengan menggunakan motor daripada bermobil. Dengan motor, ia mudah menyapa warga. Hal serupa sedang ia upayakan untuk kembali diterapkan di Jakarta.
Namun, ternyata hal itu tidak mudah. Selain soal pengendara dan kualitas jalan, ia juga mengeluhkan polusi udara dari asap knalpot kendaraan.
"โKalau di Blitar masih enak tapi di Jakarta ini ya, polusinya sudah luar biasa," ucapnya.
Meski begitu, ia tetap bertekad untuk blusukan dengan motor. Efisiensi waktu dan kedekatan dengan masyarakat โyang disasarnya.
(bil/mad)