"Ya modalnya lumayanlah. Cuma untungnya paling hanya Rp 1.000-2.000. Nggak banyak. Itu juga buat modal rotannya aja. Padahal dulu sekitar tahun 2005 untungnya bisa Rp 20.000-50.000," kata Rizky (44) kepada detikcom di lapaknya yang dinaungi terpal biru, di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (24/12/2014).
Orderan parsel memang biasanya ramai menjelang hari raya Idul Fitri atau Natal pada Desember 2014 ini. Sejak mulai berjualan pada tanggal 5 Desember 2014 lalu, baru 35 parsel yang laku terjual dari toko yang buka sejak pukul 07.00 WIB itu. Biasanya pembeli memilih paket parsel seharga Rp 300 ribu-an sementara Rizky sebenarnya juga menjual paket parsel yang harganya bisa mencapai Rp 1 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
βSebenarnya nggak usahlah dilarang-larang. Kasihan kayak kita ini. Sudah berdagang, meraup rezeki halal namun dibatasi," keluhnya.
Sedangkan Budi (77), yang menggelar lapaknya di samping bioskop Metropole XXI (dulu bernama Megaria-red) bingung mengembalikan modal usahanya karena lesunya penjualan. Demi mereguk keuntungan musiman dia meminjam uang Rp 5 juta dan kini sedang khawatir tidak bisa melunasi utang pinjamannya tersebut.
"Modal awal buat parsel Rp 5 juta. Dan itu boleh minjem. Dan ini lagi mpot-mpotan juga balikinnya. Mana balikinnya Rp 6 juta," kata Budi.
Sebenarnya Budi berprofesi sebagai tukang ojek yang biasa mangkal di Stasiun Cikini. Pendapatannya sebagai tukang ojek lebih besar daripada menjual parsel, namun demi langganannya ia rela libur ngojek.
"Rata-rata yang ke toko saya semua sudah pelanggan tetap. Jadi walau banyak yang berjualan parsel namun pelanggan setia saya tetap kemari," kata pria yang mengaku berbisnis parsel sejak tahun 1977 ini.
(nwk/nwk)