Kisah Nindya dan Keluarga yang Lolos dari Hantaman Tsunami karena PS2

10 Tahun Tsunami Aceh

Kisah Nindya dan Keluarga yang Lolos dari Hantaman Tsunami karena PS2

- detikNews
Rabu, 24 Des 2014 13:50 WIB
Hoo Youn Kong/AFP
Jakarta -

Banyak kisah menarik dari warga di Aceh yang selamat dari hantaman tsunami. Salah satunya datang Nindya Anggita dan keluarga yang lolos dari peristiwa mengerikan itu gara-gara Playstation 2. Bagaimana ceritanya?

Kisah bermula pada tanggal 25 Desember 2004. Nindya yang kala itu masih berusia 11 tahun dan keluarganya tinggal di rumah almarhum neneknya di Lampriet, Aceh. Lampriet merupakan salah satu tempat yang lumayan parah terkena dampak tsunami.

Nah, keluarga Nindya juga memiliki rumah di Ie Masen Kaye Adang, Kecamatan Syah Kuala, Banda Aceh. Rencananya, mereka bakal pindah ke rumah baru itu pada 26 Desember (waktu kejadian tsunami). Namun karena permintaan adik Nindya, yang sudah tak sabar ingin bermain PS2 di rumah baru, akhirnya mereka memutuskan pindah lebih cepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya, saya termasuk salah satu orang yang beruntung. Ketika bencana 2004 yang lalu terjadi, saya, yang kala itu masih berusia 11 tahun dan sedang duduk di bangku kelas 6 SD, serta keluarga saya, tertolong oleh adik saya (7 tahun) yang merajuk ingin segera pindah rumah dan bermain PS2 nya," cerita Nindya kepada redaksi@detik.com, Rabu (24/12/2014).

Saat itu, kata Nindya, sang adik terus membujuk orang tua untuk pindah ke rumah baru lebih cepat agar bisa cepat bermain game. Awalnya, orang tua Nindya sempat menolak. Namun akhirnya sepakat dengan berbagai pertimbangan. Sepupu Nindya yang berada di Lampriet pun diangkut menggunakan mobil ayahnya.

"Betapa senangnya adik saya. Dia langsung meminta bantuan ayah untuk menyetel PS2nya dan langsung bermain. Mobil ayah saya pun dibawa ke rumah nenek oleh paman untuk membawa pulang sepupu-sepupu saya. Mobilnya juga dibawa untuk dititipkan, karena saat itu garasi di rumah belum siap dan besoknya pada tanggal 26 akan ada acara syukuran di rumah baru saya. Mobil ayah diperlukan untuk membawa makanan-makanan dari Lampriet yang rencananya akan disuguhkan kepada tamu dan saudara-saudara yang lain pada saat syukuran," ceritanya.

Malam itu, pada tanggal 25 Desember, gadis yang kini berada di Jakarta tersebut sama sekali tidak menyadari bencana besar yang akan menimpa Aceh keesokan harinya. Semua tertidur lelap bersama di depan TV. Hingga akhirnya gempa dan air besar itu datang.

"Pagi hari ketika saya sedang menonton kartun Tom & Jerry dengan adik-adik di depan TV, tiba-tiba saya merasa pusing yang sangat dahsyat. Ibu saya berteriak β€œKeluar Rumah!” kepada kami, dan kami pun berlarian keluar dengan terburu-buru," ceritanya.

Itu adalah gempa pertama yang dirasakan Nindya. Dia menyebut goyangannya seperti sedang menaiki kereta api, bahkan lebih keras. "Saat itu saya berpikir, apa saya benar-benar sedang berada di tanah dan bukan di dalam kendaraan?" tanyanya.

Gempa berlangsung cukup lama. Setelah berhenti, beberapa anggota keluarga ada yang berpikir untuk masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba saja ada teriakan muncul dari para tetangga: "air naik!".

Keluarga Nindya sempat kebingungan dan akhirnya memutuskan supaya lari ke arah bukit. Namun rupanya air sudah masuk ke jalanan. Niat untuk lari pun batal.

"Beruntung, kami bertemu tetangga kami yang lain dan mereka menyuruh keluarga saya untuk masuk ke rumahnya yang bertingkat 2. Selama beberapa waktu kami ada di lantai 2 bersama mereka. Namun, ketika melihat ternyata air yang masuk hanya sebatas mata kaki, kami semua turun kembali," tambahnya.

Nindya tak membayangkan ternyata air di tempat lain sangat tinggi. Ayah Nindya kemudian pada keesokan harinya berusaha mencari sanak saudara yang lain sambil berjalan kaki.

Sepulangnya dari perjalanan, ayah Nindya bercerita, daerah Ulee Lheue sudah tidak beraturan lagi dan mayat bertebaran di mana-mana. Tidak ada satu pun saudara yang bisa ditemukan, meskipun di kemudian hari Nindya ternyata menemukan bahwa ada dua saudaranya yang selamat.

"Sungguh, saya benar-benar bersyukur. Meskipun banyak keluarga saya yang di Ulee Lheue yang menjadi korban maupun menghilang, saya tidak bisa mengabaikan kejadian yang terjadi pada keluarga saya yang dari Lampriet dan keluarga inti saya (ayah, ibu, dan adik-adik saya)," sambungnya.

"Seandainya adik saya tidak meminta untuk segera pindah pada tanggal 25 karena ingin bermain PS2, maka kami masih akan tinggal di Lampriet. Jika kami masih ada di Lampriet, mungkin kami akan terlambat kabur, apalagi mobil yang ada hanya milik ayah saya dan belum tentu akan muat untuk kami semua. Seandainya garasi rumah kami juga sudah selesai, mungkin mobil ayah saya juga tidak akan dititipkan di Lampriet dan keluarga saya di Lampriet tidak akan memiliki cara untuk kabur dari Tsunami," cerita Nindya berucap syukur.

"Kejadian ini membuat saya terus tersadar, bahwa Allah SWT selalu menolong dengan cara yang tidak terduga. Dan keluarga saya tertolong hanya karena PS2," tutupnya.

Anda punya kisah terkait tsunami Aceh? Silakan kirim ke redaksi@detik.com. Jangan lupa sertakan nomor kontak Anda.

(mad/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads