Tengoklah Rita Erlina (49), perempuan asal Jawa Barat yang baru saja pulang ke Tanah Air dengan menumpang pesawat Hercules TNI AU. Meskipun katanya kerja dengan jalur resmi, niatnya menangguk ringgit berubah menjadi mimpi buruk karena perlakuan majikannya yang keji.
βDipukul dianiaya bahkan tangan saya bengkak, saya kapok ke Malaysia. Kerja sebgai pembantu rumah tangga,β ujarnya kepada detikcom di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Selasa (23/12/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
βNggak pernah saya pegang sama sekali uangnya,β katanya.
Tuhan seolah terus menguji Rita Erlina. Selagi tubuhnya pedih menahan sakit, satu dari dua buah hatinya meninggal dunia tatkala dia berada di Malaysia.
βSaya pengen belajar masak-masak saja. Saya nggak mau balik jadi TKI lagi,β ucapnya dengan tekad.
Di tempat yang sama, TKI asal Aceh bernama Muhammad (20) juga berbagi cerita dengan detikcom. Bekerja selama 1 tahun di Malaysia bukanlah hal yang mau dikenangnya.
βTerjaring operasi polisi, TKI ilegal,β kata Muhammad yang lalu menuturkan gara-gara hal ini dia harus menghabiskan 3 bulan waktunya di penjara.
Berstatus sebagai pekerja ilegal, Muhammad masuk ke Malaysia karena termakan bujuk rayu calo TKI. Muhammad bisa lolos imigrasi berbekal paspor dan visa yang dibuatkan oleh calo TKI ilegal tersebut. Hasilnya, nasib Muhammad tidak lebih baik ketika dia di Indonesia.
βDi sana luntang lantung. Sampai di sana saya cari teman, kalau ada kerjaan saya kerja, kalau nggak nganggur. Per bulan dikasih 50 ringgit (sekitar Rp 178 ribu) tapi nggak ada jaminan kesehatan,β tuturnya.
Tidak ada hal yang bisa dibanggakan Muhamamd sekembalinya dari Malaysia. Hanya cerita suram dan mungkin bekas luka karena penyiksaan yang dialaminya saat berada di penjara.
Cerita tidak jauh berbeda juga terlontar dari mulut Nuaisyah (29). Di Negeri Jiran itu, Nuaisyah merasakan getirnya hidup ditipu seorang pria Kelantan yang memberinya satu orang anak.
βBapaknya orang Malaysia, orang Kelantan . Dia tidak bertanggungjawab, dia kabur, dia balik ke kampungnya,β katanya sambil menggendong anaknya yang kini berusia 2 tahun itu.
Nuaisyah sempat bekerja sebagai PRT selama 5 bulan dengan gaji 5 ringgit (sekitar Rp 17.800) per hari. Makan tidur di rumah majikan tapi bekerja di kedai restoran.
Dalam kebingungan karena nasib yang tidak kunjung membaik, Nuaisyah galau. Di tengah kondisi emosi dan psikis yang tidak stabil itu, Nuaisyah lalu dikenalkan ke pria untuk bekerja oleh seseorang yang disebutnya sebagai kakak. Dari sinilah kisah βcintaβ Nuaisyah bermula, mulai dari cerita pernikahan indah nan semu sampai akhirnya dia ditinggalkan oleh pria itu saat kandungannya berusia 8 bulan.
Malaysia sepertinya bukan tanah yang dijanjikan bagi Nuaisyah untuk sukses. Karir tinggal mimpi, tidak ada uang, dan tiba-tiba Nuaisyah harus berurusan dengan kepolisian di sana karena anaknya diculik.
Entah bagaimana ceritanya, anak Nuaisyah diserahkan ke penculik ke panti asuhan setempat. Beruntung Nuaisyah punya bukti-bukti kelahiran anaknya sehingga dia bisa berkumpul kembali dengan buah hatinya.
βDi KJRI saya disuruh lapor polisi ke pengadilan tapi saya nggak mau. Saya tunjukin buktinya dan anak saya dikembalikan,β tuturnya.
Naik turun kehidupan sudah dialami oleh Rita, Muhammad, dan Nuaisyah dengan kisahnya masing-masing. Bersama ratusan bahkan ribuan TKI ilegal lainnya dia dijemput pemerintah lalu dipulangkan ke daerah asalnya.
Pemerintah berpesan agar TKI yang hendak mengadu nasib benar-benar tahu pihak-pihak yang memberangkatkan mereka. Setiap TKI juga harus memiliki skill yang mumpuni agar kisah yang dibawa ke Tanah Air bisa menjadi kenangan yang akan terus diingat.
(edo/gah)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini