Tersangka terakhir bernama Deki Bermana. Sementara lima tersangka lain yang sudah ditetapkan adalah Yusri, Du Nun alias Aguan alias Anun, Aripin Ahmad. Lalu Niwen Khairiah, dan Achmad Machbub alias Abob.
Pernyataan itu diungkapkan Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri Brigjen Kamil Razak dalam jumpa pers di Gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2014). Ia didampingi Kepala PPATK Muhammad Yusuf.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut Kamil, berkas perkara Niwen Khairiah juga telah dikirimkan ke JPU Kejagung tanggal 28 November 2014. Berkas itu juga telah dinyatakan lengkap oleh JPU Kejagung dan telah diserahterimakan pada 11 Desember 2014.
Lalu terhadap berkas perkara Ahmad Machbub alias Abob telah dikirimkan ke JPU Kejagung pada 3 Desember 2014. Berkas itu juga telah dinyatakan lengkap oleh JPU Kejagung dan telah diserahterimakan pada 11 Desember 2014.
"Terhadap tersangka Deki Bermana masih dalam proses penyidikan kami, karena baru terakhir ditangkap dari Batam," jelas Kamil.
"Kami masih tetap mengembangkan dari tersangka yang terakhir ini. Semua, kelima tersangka tadi beserta barang buktinya sampai saat ini masih dilakukan penelitian untuk dilakukan penuntutan oleh rekanrekan kejaksaan," sambung Kamil.
Keenam tersangka akan dijerat dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya paling lama 20 tahun penjara.
Pengungkapan ini bermula dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Polri, terkait transaksi fantastis yang ada di rekening salah satu PNS di Pemkot Batam, Niwen Khairiah (38). Nilai transaksi dikalkulasi mencapai Rp 1,3 triliun.
Berangkat dari laporan yang dilayangkan sejak Maret 2014 itu, penyidik menelusuri aktivitas yang dilakukan Niwen sehingga memiliki transaksi triliunan. Penelusuran pun membuahkan hasil.
Diketahui, uang yang keluar-masuk rekening-rekening Niwen berasal dari hasil penjualan BBM yang dilakukan kakak kandungnya, Ahmad Mahbub. BBM yang dijual adalah milik Pertamina. Mahbub memanfaatkan toleransi pengurangan minyak 0,30 persen saat mengisi muatan hingga bongkar muat BBM.
Parahnya lagi, selain menyedot ambang toleransi, tonase muatan kerap dilebihkan. Bila ditotal, sekali minyak berpindah ship to ship, diperoleh 20-30 ton BBM. Sementara aksi ini dapat dilakukan sebanyak empat kali selama sebulan.
Mahbub sendiri bekerjasama dengan Yusri, senior supervisor Pertamina Region I. Dia bertugas mengawasi perjalanan kapal yang membawa muatan BBM. Kapal yang akan membawa muatan dinakodai oleh seorang oknum pekerja harian lepas TNI AL, Du Nun. Kepada Du Nun, Yusri memerintahkan untuk membelokan kapal dan juga memanggil kapal yang sudah disiapkan untuk menyedot BBM.
Minyak yang sudah dibagi itu selanjutnya dibawa ke lepas pantai dan dijual kepada pihak lokal atau luar negeri seperti Malaysia dan Singapura dengan bandrol; premium Rp 3.500 per liter dan solar Rp 4.500 per liter.
Uang hasil penjualan nantinya berbentuk pecahan SGD 1.000. Agar tidak dicurigai, uang masuk secara bertahap dan dikirim oleh kurir Mahbub untuk selanjutnya masuk ke rekening-rekening Niwen. Dari situ, uang akan dibagi ke beberapa pihak, antara lain kepada Aripin Ahmad untuk kemudian dibagi-bagi lagi ke pihak yang terlibat.
(bar/rmd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini