"Kecenderungan ini muncul di luar Jawa. Mereka tidak korupsi pengadaan, tapi melalui perizinan," kata Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yuntho di kantor ICW, Jl Kalibata Timur Raya, Jakarta Selatan, Minggu (21/12/2014).
5 Perda tersebut antara lain, Qanun nomor 14 tahun 2002 tentang kehutanan Propinsi NAD, Qanun nomor 15 tahun 2002 tentang perizinan kehutanan Propinsi NAD dan Perda nomor 12 tahun 2013 tentang pengelolaan pertambangan mineral dan batubara Propinsi Sumsel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari kelima Perda tersebut dieksaminasi secara keseluruhan memiliki potensi korupsi yang cukup besar," kata Emerson.
Menurutnya, dalam perda tersebut, kebijakan kepala daerah dalam mengelola kekayaan daerah terlalu luas. Sebab regulasi yang ada dinilainya terlalu lemah.
"Regulasi yang menyimpang juga ditemukan pada isu sektoral seperti alih fungsi lahan dan hutan," tuturnya.
Sejumlah produk peraturan perundangan baik nasional maupun lokal di bidang alih fungsi lahan dan hutan dinilai kontroversial. Peraturan tersebut juga yang dinilai mendorong lajunya deforestasi di Indonesia.
"Laporan Komisi Kehutanan DPR tahun 2008 lalu menyebutkan, 53 persen Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RT RWβ) dinilai bermasalah karena menyebabkan kerusakan lingkungan hidup," ujar Emerson.
Perda tersebut, menurutnya juga bertentangan dengan βUU nomor 41 rahun 1999 tentang kehutanan.
(kff/mpr)