Kakek Sudarta yang memukul istrinya, Kamini lolos dari ancaman 5 tahun penjara karena Kamini telah memaafkannya. Padahal pencabutan aduan Kamini telah melewati batas waktu yang disyaratkan KUHP.
"Di sinilah pemahaman penting antara keadilan dan kepastian hukum. Sistem hukum pidana Indonesia memasuki babak baru dalam perkembangannya," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur kepada detikcom, Minggu (21/12/2014).
Kamini melaporkan Sudarta ke polisi pada Januari 2012 ke polisi karena pemukulan yang ia alami. Enam bulan setelahnya, Kamini mencabut laporan karena suaminya telah tobat dan Kamini memaafkannya. Kehidupan rumah tangga mereka lalu menjadi normal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
Alhasil, Sudarta akhirnya duduk di kursi pesakitan. Pada 2 Agustus 2012 Pengadilan Negeri (PN) Sumber, Cirebon, Jawa Barat menyatakan dakwaan penuntut tidak dapat diterima. Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menganulir dan memerintahkan PN Sumber melanjutkan persidangan tersebut dan mengadili kakek Sudarta. Di tingkat kasasi, putusan PT Bandung itu dibatalkan.
"Salah satu bentuk pembaharuan yang ada dalam hukum pidana Indonesia adalah pengaturan tentang hukum pidana dalam perspektif dan pencapaian keadilan kepada perbaikan maupun pemulihan keadaan setelah peristiwa dan proses peradilan pidana yang dikenal dengan keadilan restoratif (restoratif justice) yang berbeda dengan keadilan retributif (menekankan keadilan pada pembalasan) dan keadilan restitutif (menekankan keadilan pada ganti rugi)," ujar Ridwan.
MA dalam putusannya menyatakan secara das sollen seharusnya pencabutan pengaduan tidak harus dibatasi dengan jangka waktu. Sebab pencabutan pengaduan merupakan hak asasi korban yang dapat dilakukan setiap waktu sebelum perkara diputus pengadilan dengan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
"Apabila ditinjau dari perkembangan ilmu hukum pidana dan sifat pemidaan modern, telah memperkenalkan dan mengembangkan apa yang disebut pendekatan hubungan pelaku-korban atau 'doer-victims relationship'. Suatu pendekatan baru yang telah menggantikan pendekatan perbuatan atau pelaku atau 'daad-dader straftecht," ujar mantan Ketua PN Batam itu.
Menurut Ridwan, ahli hukum telah memperkenalkan formula keadilan, khususnya dalam penegakkan HAM, bahwa ada 3 aspek pendekatan untuk membangun suatu sistem hukum dalam rangka modernisasi dan pembaharuan hukum.
"Yaitu segi struktur (structure), substansi (substance) dan budaya (legal culture) yang kesemuanya layak berjalan secara integral, simultan dan paralel," pungkas hakim tinggi penyandang gelar doktor itu.
(asp/try)