Mahkamah Agung (MA) menolak mengadili kasus suami yang menganiaya istri karena istri telah memaafkan. Meskipun pencabutan pengaduan itu telah lewat dari tenggang waktu yang disyaratkan yaitu maksimal 3 bulan sejak diadukan.
"Keterlambatan pencabutan pengaduan saksi korban, jangan dimaknai secara legalistic positivic, tetapi lebih dimaknai penyelesaian secara damai berkeadilan yang menguntungkan saksi korban dan terdakwa demi terciptanya kebenaran dan keadilan," putus majelis hakim kasasi sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Minggu (21/12/2014).
Korban yang dimaksud yaitu Kamini dan pelakunya adalah kakek Sudarta. Kamini melaporkan suaminya yang suka memukul pada Januari 2012 dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Enam bulan setelahnya Kamini mencabut aduannya karena suaminya yang berusia 60 tahun itu telah insyaf dan rumah tangga mereka kembali bahagia. Tapi pencabutan itu terhambat pasal 75 KUH yang berbunyi:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindak pidana KDRT sebagai lex spesialisme dibuat media dalam sistem mengekomodasikan penyelesaian perkara dengan menggunakan restoratif justice yaitu sistem pemulihan. Yaitu menekankan para pihak suami istri agar dapat hidup bersama kembali seperti sedia kala sebelum perselisihan," ucap majelis dengan dengan ketua Dr Zaharuddin Utama dan beranggotakan Prof Dr Surya Jaya dan Suhadi.
MA lebih cenderung melihat permasalahan tersebut untuk tuntasnya permasalahan di antara yang berselisih daripada mempertahankan perkara tersebut untuk diadili. Hal ini mempertimbangkan dengan mengupas secara substantif entah tujuan hukum telah tercapai dengan adanya permufakatan kedua belah pihak.
"Karena secara keseluruhan UU tersebut berkiblat pada negara-negara asing seperti Australia, Jerman, Belgia, Norwegia, Denmark dll. Di mana penyelesaian KDRT termasuk dalam family law dengan mediasi penal," ujar majelis pada 5 Maret 2014.
Secara tegas MA menyatakan pencabutan tidak harus dibatasi jangka waktu sebab pencabutan pengaduan merupakan hak asasi korban yang dapat dilakukan setiap waktu sebelum perkara diputus pengadilan dengan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
"Secara das sollen seharusnya pencabutan pengaduan tidak harus dibatasi dengan jangka waktu," pungkas majelis dengan suara bulat.
(asp/try)