Ganjar: Kongres PDIP Akan Bicara Soal Program Daripada Suksesi

Survei Cyrus

Ganjar: Kongres PDIP Akan Bicara Soal Program Daripada Suksesi

- detikNews
Sabtu, 20 Des 2014 22:27 WIB
Ganjar: Kongres PDIP Akan Bicara Soal Program Daripada Suksesi
Yogyakarta -

Lembaga Survei Cyrus ‎menyebutkan Joko Widodo lebih pantas menjadi Ketum PDIP dibanding Megawati Soekarnoputri. Kader PDIP Ganjar Pranowo menilai hal itu tidak berdasar.

"Survei kan memiliki mekanisme yang berbeda dengan partai," jawab Ganjar.

Hal ini disampaikan Ganjar usai menghadiri pernikahan putra Wagub Kepri Soerya‎ Respationo di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta, Sabtu (20/12/2014). Ganjar mengatakan bahwa hasil Rakernas September 2014 di Semarang telah bulat menghasilkan Ketum PDIP periode selanjutnya adalah Mega.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kongres (April 2015) besok lebih bicara program daripada suksesi, karena kemarin semua DPD sudah setuju," imbuhnya.

Ganjar juga menilai tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan regenerasi di tubuh partai moncong putih ini. "Buktinya, presidennya sudah beregenerasi dari Mega," pungkasnya.‎

Lembaga survei Cyrus Network merilis survei tentang regenerasi parpol. Survei dengan 1.200 responden ini memiliki hasil yang cukup mengejutkan, salah satunya Megawati dinilai bukan lagi figur favorit menjadi Ketum PDIP.

"Seandainya Ibu Mega dicalonkan jadi Ketum tetapi harus berkompetisi, maka berdasarkan survei, Jokowi di peringkat pertama yaitu 26,1 persen, Puan Maharani 18,6 persen dan Megawati 16,7 persen," papar Hasan Nasbi saat rilis hasil survei di Consulate Lounge, Jl Wahid Hasyim, Jakarta, Senin (15/12) lalu.

Hasan melakukan survei lagi dengan responden para konstituen PDIP. Hasilnya pun tetap sama, Jokowi tetap dipilih responden untuk menjadi Ketum PDIP.

"Jokowi 28,3 persen, disusul Ibu Mega 23,6 persen dan Puan 17,3 persen. Sisanya dan lain-lain," ujarnya.

Hasil survei ini diprotes oleh kader-kader PDIP. Senior PDIP Hendrawan Supratikno menyebut hasil survei itu mengada-ngada. Sementara kader muda PDIP Charles Honoris bereaksi lebih keras dengan menyebut survei itu pesanan dan bertujuan memecah belah partai.

(sip/vid)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads