"Kalau jaksa sudah menghentikan penyidikan dan itu murni dan sudah berdasarkan hukum tidak ada alasan yang lain," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono, di kantornya, Jl Hasanudin, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2014).
"Silakan pihak-pihak yang tidak puas dengan itu untuk melakukan langkah hukum juga. Jaksa itu satu, sama tidak ada beda," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa mesti harus takut untuk SP3. Jaksa kalau melimpahkan perkara ke pengadilan dalam keadaan tidak cukup bukti itu malah saya eksaminasi, siapa pun!" ujar Widyo, Kamis (11/12).
Kasus ini berawal ketika Direksi PT Bank Bukopin memberikan fasilitas kredit kepada PT Agung Pratama Lestari (PT APL) senilai Rp 69,8 miliar di tahun 2004 selama tiga tahap. Dana itu sedianya akan digunakan untuk membiayai pembangunan alat pengering gabah pada Bulog Divre Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Jumlah alatnya sendiri mencapai 45 unit.
Namun dalam perkembangan penyidikan, kredit yang diterima oleh PT APL malah tidak digunakan seperti seharusnya. Misalnya mesin yang harus dibeli adalah merek Global Gea buatan Taiwan malah diganti merek Sincui namun ditempeli merek Global Gea. Dan kemudian terjadi kredit macet di Bank Bukopin senilai Rp 76,24 miliar.
(rna/fdn)