Para tukang ojek ini harus memutar untuk mengantar para pelanggannya. Otomatis, mereka harus menaikkan ongkos ojek.
"Nah kadang-kadang yang mau ngojek nggak mau. Tapi kalau yang buru-buru banget tetap mau," kata salah seorang tukang ojek, Joni (50) di persimpangan Jl Kotabaru, Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena mutarnya jauh. Sudah begitu, macet juga di Abdul Muis," ujar pria yang telah 7 tahun mangkal di kawasan elit tersebut.
Menurut Joni, bagi tukang ojek, jalanan yang singkat adalah faktor utama. Sebab jika jarak tempuhnya lebih jauh dari jalur bus umum, ojek akan ditinggalkan para pelanggannya. Terlebih lagi jika jalanan lengang.
"Kalau cuma boleh lewat mobil, berarti aturan ini mengesampingkan rakyat kecil dong. Cuma untuk kalangan atas doang," tuturnya sambil menawarkan jasa ojek kepada setiap pejalan kaki yang tengah melintas seorang diri.
Joni belum menghitung penghasilannya hari ini. Namun, menurutnya, penghasilannya tak jauh beda dengan hari-hari sebelumnya.
"Ya sekarang mereka masih mau saya patok harga lebih tinggi karena mutar. Lama-lama bisa jadi mereka nggak naik ojek lagi," ujarnya khawatir.
(kff/aan)