Akbar Tandjung lahir pada tanggal 14 Agustus 1945 di Sibolga pada masa pendudukan Jepang. Sepak terjang Akbar Tandjung di dunia organisasi tak diragukan lagi.
Akbar sudah terjun ke dunia organisasi sejak muda, pada periode 1969-1970, ia menjabat Ketua Umum HMI Cabang Jakarta. Pada 1972, ia turut mendirikan Forum Komunikasi Organisasi Mahasiswa Ekstra Universiter (GMNI, GMKI, PMKRI, PMII, dan HMI) dengan nama Kelompok Cipayung. Periode 1972-1974, ia menjabat Pengurus Besar HMI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian pada 1983-1988, Akbar Tandjung menjabat Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar. Pada 1988-1993, ia menjadi anggota Dewan Pembina DPP Golkar. Pada 1993-1998, ia menjabat Sekretaris Dewan Pembina Golkar. Puncak karier Akbar adalah saat ia menjabat Ketua Umum Partai Golkar pada periode 1998-2004. Akbar maju kembali di Munas tahun 2004, namun dia tumbang di tangan Jusuf Kalla.
Di luar jabatan politik, Akbar punya sederet pengalaman di pemerintahan, Akbar pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olahraga pada periode 1988-1993, Menteri Negara Perumahan Rakyat (1993-1998), Menteri Negara Perumahan dan Pemukiman (1998), dan pada 1999-2004 ia menjabat Ketua DPR RI.
Dengan banyaknya jam terbang, wajar saja Akbar kerap disebut sebagai mahaguru di internal partai beringin. Dalam melakukan manuver politik, selama ini Akbar dikenal paling lihai. Beberapa kali Akbar mengkritik kepemimpinan Ketum Aburizal Bakrie namun pada akhirnya mesra kembali.
Akbar Tandjung pernah berseberangan dengan Ical saat penentuan capres Golkar, kala itu ramai isu Akbar juga mengincar tiket ke Pilpres. Akbar bahkan sempat menggelar pertemuan dengan capres PDIP kala itu, Joko Widodo.
Pasca Pilpres, Akbar pun kembali mesra dengan Ical. Akbar di barisan terdepan memposisikan Golkar di dalam Koalisi Merah Putih, Akbar pula yang mewacanakan KMP sebagai koalisi permanen. Akbar yang menjadi Ketua Wantim Golkar era kepengurusan Ical terus di belakang sang ketum hingga Golkar memasuki masa-masa perpecahan.
Saat perpecahan internal beringin memuncak, di mana kubu Agung Laksono mengumumkan Presidium Penyelamat Partai Golkar dan mempersiapkan munas tandingan, Akbar Tandjung berusaha menengahi. Namun seiring upaya Akbar menengahi, toh kubu Ical tetap menggulirkan Munas Golkar di Nusa Dua Bali.
Sepanjang munas digelar Akbar sebenarnya sempat menjajaki kemungkinan islah, namun lagi-lagi upaya Akbar kandas. Tak lama sebelum dia dinobatkan kembali menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Golkar mendampingi Ical lima tahun ke depan, Akbar Tandjung mengaku sudah mengusahakan islah namun gagal. Namun yang jelas kini Akbar kembali menempati posisi empuk yang didudukinya sejak lima tahun silam itu.
Namun kubu Agung Laksono yang dibekingi eks Ketum Golkar Jusuf Kalla tetap menggulirkan Munas di Ancol, Jakarta. Benar saja, hasil kerja keras presidium berbuah manis, Kemenkum HAM memilih tak mengesahkan salah satu Munas dan menyerahkan penyelesaian ke internal beringin atau jalur pengadilan. Ini adalah hasil baik buat kubu Agung karena kini posisi Munas Bali dan Jakarta sama kuat.
Menyadari posisi sulit, kubu Ical pun menjajaki islah, Ical sendiri yang mengumumkan keinginan agar Golkar bersatu. Akbar Tandjung pun bersedia jadi penengah. Namun kubu Agung kini tak menggubris, merasa dikhianati di Munas Bali, kubu Agung tak mau lagi sang mahaguru menengahi.
"Kubu Agung Laksono akan menolak kalau Akbar Tandjung dikirim dari sana (Ical). Karena dia bagian dari konspirasi (Munas) Bali. Karena kami tidak ingin sosok Akbar Tandjung yang ngomong pagi tahu, sore tempe. Dia katakan Munas Bali tidak sah. Besok-besok dia katakan, Munas Bali yang sah," kata Ketua DPP hasil Munas Jakarta, Leo Nababan, di Kantor DPP Golkar Slipi, Jakarta Barat, Selasa (16/12/2014).
Jika mahaguru tak diterima jadi juru runding islah, lalu siapa yang bakal mendamaikan Golkar? Apakah Golkar akan tumbang bersama dengan puncak kekecewaan kader kepada sang mahaguru?
(van/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini