Pengembangan ini dilakukan oleh Pusat Penelitian Matalurgi dan Material LIPI bersama Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengolahan Mineral LIPI Tanjung Bintang Lampung. Pemenuhan baja di Indonesia sendiri terpaksa import karena ketersediaan bijih nikel kadar tinggi (saprolit) yang menjadi bahan baku baja sangat terbatas.
"Kebutuhan baja nasional tiap tahun selalu meningkat dan selalu dipenuhi dengan produksi baja lunak yang diproduksi oleh Krakatau Steel di mana bahan bakunya kita import dari Brazil. Membawanya butuh waktu 3 bulan. Ini memiliki ketergantungan," ujar Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain dalam Diskusi Publik di Gedung LIPI, Jl Gatot Soebroto, Jaksel, Rabu (17/12/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Baja Laterit ini memiliki keunggulan lebih dibanding baja yang ada di pasaran. Yaitu sifat baja dengan kekuatan tinggi, tahan terhadap korosi atau karat, dan dia lebih mudah untuk dilas karena keberadaan nikel di dalamnya," kata Iskandar.
Saat ini dikatakan Iskandar, ada 3 beberapa langkah yang akan dilakukan oleh LIPI dalam pengembangan lanjutan Baja Laterit. Pengembangan ini bekerja sama dengan pihak sektoral, dan juga dalam bentuk regulasi pemerintah.
"Ada uji produksi untuk 100 ton, kedua uji coba 100 ribu ton, baru kemudian untuk skala komersil. Untk itu kita minta dukungan kepada pemerintah baik dari pemenuhan anggaran untuk pengembangan maupun regulasi supaya bisa digunakan di pasaran. Kita butuh support dari pengguna, dan juga komitmen badan usaha milik pemerintah," Iskandar memaparkan.
Sementara itu Peneliti dalam pengembangan Baja Laterit ini, Andika Pramono mengatakan keberhasilan yang telah dilakukan jajarannya ini dapat menjadi solusi kemandirian baja nasional. Melihat pertumbungan kebutuhan baja yang setiap tahunnya terus meningkat.
"Kecenderungan di Indonesia konsumsi baja lebih dinggi dibanding produksi. Di 2020 diprediksi konsumsinya sekitar 15-20 juta ton baja. Pertanyaannya apaakah kita import semuanya atau ada upaya kemandiran," tutur Andika dalam kesempatan yang sama.
Pengembangan Baja Laterit ini disebut Andika bisa menjadi solusi pasar di Indonesia terhadap pemenuhan baja. Terutama karena ketersediaan bijih Limonit di Indonesia sebagai bahan dasar Baja Laterit sangatlah besar.
"Cadangan lebih dari 2 miliar ton. Untuk itu pengembangan lanjut bersama sektoral atau industri, LIPI berkoordinasi pada tahap uji produksi, penyiapan tahap produksi komersial terbatas, dan diharapkan ke depan akan ada pembangunan pabrik slab baja laterial di areal tambang untuk tahap komersial penuh," Andika menjelaskan.
"Pengembangan baja unggul hasil riset LIPI ini akan mendukung kemandiran industri baja nasional serta mampu untuk bersaing merebut pasar baja unggul di perdagangan global," tutupnya.
(ear/fjr)