"Sebagai efek jera untuk pengedar narkoba mereka bisa dihukum seumur hidup di dalam penjara super maksimum security, buat mereka tidak berinteraksi dengan aparat dan berkumpul bebas," ujar Direktur Imparsial, Pungki Indarwati dalam konfrensi persnya, di kantor YLBHI Jalan diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (15/12/2014).
Selama ini polisi tidak pernah bisa menangkap bandar atau kartel narkotika di Indonesia. Kekuatan intelejen hanya digunakan mengawasi aktivis HAM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koalisi Hati mengklaim telah bertemu dengan tim transisi pemerintahan Jokowi-JK. Namun hasil pertemuan dianggap berbeda dalam implementasi di lapangan.
"Jangan-jangan isu HAM ini hanya menjadi pemanis saja, ketika kemarin kita bertemu Andi Widjianto mengatakan Jokowi tidak fokus dengan masalah HAM, begitu juga dengan respons kejagung yang bertolak belakang dengan kampanye Jokowi, ini membingungkan kami atau jangan-jangan ini cuma Pencitraan," tutur Pungki.
Hal yang sama juga dikatakan Rafendi Jamin Direktur Ekskutif Human Right Working Grup (HRWG), pihaknya mendukung langkah tegas pemerintah. Akan tetapi langkah tegas itu bukan berarti menghukum mati.
"Ketegasan itu harus bisa menerapkan hukuman yang berat dalam kategori yang ramah, apa yang sudah terjadi di tingkat global harusnya bisa diterapkan oleh Indonesia," ujar Rafendi.
Ia menuturkan hukuman mati bukan jalan keluar penyelesaian masalah. Akan tetapi permasalahan banyak mafia peradilan, polisi hingga hakimnya yang korup perlu ditindak tegas.
"Karena tidak menutup kemungkinan mereka bermain dalam lingkaran ini. Tentu ke depan harus tegas menghukum mereka yang bermain dengan hukum itu sendiri. Kami sepakat ketegasan dihukum berat dan hukuman teberat adalah hukuman seumur hidup tanpa remisi," ungkapnya.
(edo/ndr)