Mereka yang menolak hukuman mati merupakan Direktur Ekskutif Imparsial Pungki Indarwati, Direktur YLBHI Alvon Kurnia Palma, Dewan Pembina YLBHI dan Imparsial Todung Mulya Lubis, Direktur Ekskutif Human Right Working Grup Rafendi Jami, dan Direktur LBH Jakarta Bahrain dalam konfrensi pers penolakan hukuman mati di kantor YLBHI Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2014)
"Bahwa hak untuk hidup dijamin oleh UUD '45. Pasal 28 a UUD '45 dikatakan tegas bahwa pemerintah Indonesia NKRI menjamin hak hidup. Kalau baca pasal 28 I ayat dua dikatakan bahwa hak untuk hidup termasuk hak tidak bisa dikurangi apapun termasuk dalam keadaan darurat militer," jelas Todung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iita harus hormati semua hal ini kita sudah ratifikasi protokol hak sipil dan politik, bukan berati tidak terikat prinsip hak dasar protokol hak sipil dan politik yang tidak boleh menjatuhkan hukuman mati," ujar Todung.
Todung mengatakan masih sedikit ruang untuk pidana mati untuk negara yang belum siap. PBB sendiri memperbolehkan vonis mati dilakukan akan tetapi untuk kategori kejahatan paling serius.
"Sementara di lingkungan PBB kejahatan narkotika tidak pernah di rumuskan kejahatan serius oleh karena itu dia tidak termasuk kategori pidana mati. Saya khawatir Presiden Jokowi memerlukan waktu untuk mendalami konteks hukuman mati baik tata hukum negara maupun international akan lebih baik apabila eksekusi terpidana mati kasus apapun tidak di adakan akan lebih baik kalau jokowi mau mendengarkan suara penggiat HAM baik dalam maupun luar negri, sebab kepentingan kita menolak hukuman mati bertolak belakang," ujarnya.
Sementara Direktur Ekskutif Imparsial, Pungki Indarwati mengakui rusaknya moral bangsa ini akibat narkoba. Akan tetapi bukan berarti pidana hukuman mati menjadi solusinya.
"Hukum bukan semata-mata membalas dendam, karena selama ini justru lebih banyak kurir yang dihukum mati. Justru seharusnya kita mengkoreksi hukuman mati kita, hayo dong terbuka selama ini aparat selalu dibekingi mafia narkoba, anak pejabat hingga artis konsumsi narkoba justru ini yang harus disorot, bagaiman bisa? ," ujarnya.
Pungki mengatakan kalau nama-nama yang telah terpidana mati itu justru kurir narkorba. Sementara sang bandar masih berlindung diketek oknum pejabat.
"Kalau kita melihat yang di daftar terpidana mati itu rata-rata kurir bukan bandar narkoba. Bandar nyaman saja, malah bikin pabrik, bandar masih pada eksis, bahkan cukup dekat dengan penguasa. Sementara nasib kurir dihadapan laras panjang, ini menjadi sesuatu yang tidak adil, pada akhirnya kita berharap ada moratorium hukuman mati hingga sistem hukum ini menjadi benar," tutupnya
(edo/ndr)