Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Achmad Basarah kepada detikcom, Minggu (14/12/2014) menjelaskan, pihaknya ingin merevisi aturan Perpu yang mengatur ketidak-sepaketan Kepada Daerah dengan Wakil Kepala Daerah.
"Aturan Perpu yang hanya memilih kepala daerah dan tidak memilih wakil kepala daerah akan merusak kohesivitas sosial di beberapa daerah dalam hal komposisi kepala dan wakil kepala daerah," kata Basarah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan kata lain, Pilkada yang diatur dalam Perpu itu bukanlah Pilkada yang sepaket memilih kepala daerah beserta wakil kepala daerahnya, melainkan Pilkada yang diperuntukkan memilih kepala daerah saja.
Inilah yang dipandang PDIP perlu direvisi, karena PDIP memandang Pilkada sepaket bisa menjaga keterwakilan komponen masyarakat, sementara Pilkada tak sepaket bisa membahayakan rasa keterwakilan masyarakat lewat duet pemimpin daerahnya.
"Komposisi kepala dan wakil kepala daerah memerlukan keterwakilan suku, agama dan etnis. Misalnya, gubernur dan wakil gubernur di NTT biasanya merepresentasikan figur dari kalangan tokoh agama Katolik dan Protestan. Jika dua figur tersebut dikawinkan dalam satu paket pasangan calon bisa merekatkan kelompok masyarakat dari golongan dua agama besar di Provinsi NTT tersebut," tutur Basarah.
Ketua Fraksi PDIP di MPR ini menyatakan masih ada sejumlah poin lain sebagai bahan revisi untuk Perpu Pilkada nantinya. Namun baru poin soal masalah 'Pilkada sepaket dan Pilkada tidak sepaket' itu yang terang mengemuka.
"Masih ada lagi beberapa koreksi yang akan kami ajukan. Sementara itu dulu, karena kami masih terus melakukan kajian yang mendalam atas seluruh pasal-pasal dalam Perpu tersebut," tutur Basarah.
Yang jelas, revisi ini baru akan dilancarkan usai Perpu Pilkada disahkan DPR menjadi Undang-undang, dan PDIP sangat yakin Perpu ini bakal disahkan DPR.
"Sejauh ini PDIP cukup optimis bahwa Perpu Pilkada langsung akan mendapatkan dukungan mayoritas di DPR," tandas Basarah.
(gah/gah)