Hal itu diungkapkan Prasetyo usai membuka acara Seminar Penguatan Kejaksaan Secara Kelembagaan Dalam Menyongsong Tantangan Masa Depan di gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang, Kamis (11/12/2014).
Prasetyo mengatakan korban dari narkoba mencapai 4 juta orang dan diperkirakan tahun depan akan meningkat. Oleh sebab itu hukuman yang tegas diperlukan untuk menghentikan peredaran narkoba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya juga menyetujui niat Presiden Joko Widodo menolak memberikan grasi kepada 64 gembong narkoba yang dihukum mati. Prasetyo menambahkan korban dari narkoba justru kebanyakan adalah warga usia produktif.
"Pernyataan pak Presiden saya kira tepat. Akibat yang ditimbulkan narkoba itu besar, korbannya usia produktif dan sekarang mulai masuk ke rumah tangga dan pendidikan yang menjadi sasaran," terangnya.
Prasetyo mengakui eksekusi mati tersebut memang diikuti kontra dengan isu HAM. Meski demikian pihaknya tetap melakukan proses dari dua aspek yang diperlukan yaitu asek yuridis dan teknis.
"Yuridis yaitu hak hukum mereka, kita berikan pada mereka. Ada yang biasa dan luar biasa. Biasa itu banding dan kasasi, kalau luar biasa yaitu peninjauan kembali. Ini lah yang digunakan untuk mengulur waktu," tandasnya.
Terkait kapan dan dimana eksekusi akan dilakukan, Prasetyo belum bisa menyebutkan sampai aspek teknis benar-benar selesai. Tapi ia menegaskan eksekusi mati tetap dilakukan secepatnya.
"Secepatnya. Kalau aspek yuridis sudah final, ke aspek teknis, koordinasi dengan pihak Polri menentukan tempat dan waktu. Tidak harus di Nusakambangan," tegasnya.
(alg/try)