Nuansa di dalam lorong begitu tenang dan damai. Seakan jauh dari hiruk pikuk ibu kota daerah bergelar istimewa ini. Padahal Tamansari hanya berjarak beberapa ratus meter dari titik nol Yogyakarta, yaitu ujung selatan Malioboro.
Ada 2 lorong bawah tanah di kawasan Tamansari, yang bernama Urung-urung (lorong) Timur dan Urung-urung Sumur Gumuling. Lorong timur menghubungkan Pulo Panembung dan Pulo Kenanga. Lorong sepanjang 45 meter tersebut berbentuk melengkung dengan jalur berkelok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara lorong Sumur Gumuling lebih pendek, yaitu 39 meter. Namun lebar dan tingginya sama dengan Lorong Timur. Hanya saja bentuk lorong ini berbeda. Lorong yang menghubungkan Pulo Kenanga dan Sumur Gumuling ini berbentuk seperti pintu masjid atau seperti lunas perahu.
Sepanjang lorong terdapat beberapa tempat untuk bertapa, yang salah satunya khusus pertapaan raja. Namun pertapaan khusus ini ditutup jeruji besi dan belum pernah dibuka untuk umum. Sementara tempat pertapaan yang tidak ditutup kerap digunakan oleh pihak-pihak yang masih mempercayai budaya kejawen untuk meletakkan sesaji dan memanjatkan doa-doa.
"Tempat pertapaan raja sedang direnovasi. Itu lantainya dari kayu jati, usianya sudah ratusan tahun, takutnya membahayakan pengunjung," kata pengawas Tamansari dari Tepas Kaprajuritan Ngayogyakarta Hadiningrat, Maryoto (68), Minggu (30/11/2014).
Hampir di bagian ujung lorong terdapat mata air bernama Sumur Gumuling yang dikelilingi 5 anak tangga. Tepat di atas mata air ini adalah masjid bawah tanah. Namun jangan berpikir bentuknya seperti masjid pada umumnya.
Masjid bawah tanah ini berupa tempat semacam pengimaman atau mihrab dengan ukuran 1,10 x 3,5 meter. Di bagian atas sekeliling mihrab terdapat bangunan melingkar berdiameter 6 meter. Sementara tepat di atas mihrab merupakan ruang terbuka, sehingga dapat langsung menatap birunya langit. Kicauan burung yang beterbangan di atas Sumur Gumuling ini terasa semakin menenteramkan hati.
"Dulu sering dipakai untuk salat. Suara azan dari situ, terdengar sampai ke berbagai penjuru," tutur Maryoto.
Menurut Maryoto, sebetulnya Lorong Sumur Gumuling ini lebih panjang lagi ke arah barat. Namun karena runtuh, bangunan tersebut dipugar pada tahun 1972 dan ditutup hingga tersisa 39 meter. Konon kabarnya sebelum dipugar, lorong ini dapat tembus hingga ke laut selatan.
"Memang banyak yang bilang lorongnya tembus ke pantai selatan. Namun saya tidak tahu benar atau tidak," ujar Maryoto.
Salah seorang warga sekitar, Nina (27) juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, rumor mengenai lorong bawah tanah yang tembus ke pantai selatan ini sudah beredar secara turun temurun di kampung tersebut.
"Dulu katanya ada yang masuk lorong, jalan terus, tanpa sadar sudah di Pantai Parangtritis," ujarnya.
Rumor lain mengatakan bahwa Sumur Gumuling adalah tempat pertemuan Ratu Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul dengan Sultan. Sementara menurut Maryoto, Sri Sultan HB I memang membangun Keraton dalam satu sumbu lurus imajiner yang menghubungkan antara Gunung Merapi dengan Pantai Parangtritis. Sultan berharap ketiganya dapat bersinergi.
"Jadi agar antara kerajaan milik Nyi Roro Kidul dan kerajaan di Gunung Merapi, menyatu dengan Keraton (Yogyakarta)," tuturnya.
(kff/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini