Caketum Golkar Airlangga Hartanto mengaku menemui kejanggalan dalam proses persiapan dan pelaksanaan Munas IX Golkar. Ia menyebut semua tata tertib seperti sudah diatur oleh kubu lawan yaitu Aburizal Bakrie.
"Tidak biasa Rapimnas dan Munas hanya jaraknya pendek. Tidak biasa juga materi Munas tidak dirapatkan di forum pleno. Materi munas. Kejanggalan itu terjadi," kata Airlangga di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Minggu (30/11/2014).
Apakah kejanggalan ini memang dirasa untuk memenangkan Ical?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejanggalan lainnya adalah terkait tata tertib dan jadwal Munas. Airlangga mengaku belum menerimanya hari ini tapi ada peserta Munas lain yang sudah memegang tatib.
"Pelaksana melakukan perbedaan treatment kepada yang tidak satu nafas," keluh Wabendum Golkar ini.
Airlangga sebagai pengurus partai merasa ada diskriminasi. Ia menyebut pengurus yang vokal mendapat 'hukuman' dengan diberi tugas sebagai panitia dan peninjau.
"Harusnya pengurus dpp statusnya peserta. Yang vokal, jadi panitia dan peninjau. Misalnya saya dan Mekeng, ini tidak pernah terjadi. Panitia, peninjau, peserta haknya berbeda," jelasnya.
Ia juga mengeluhkan timsesnya yang tidal mendapatkan tanda pengenal. Ia juga mempertanyakan pengumpulan surat dukungan yang dikumpulkan sebelum Munas.
"Demokrasi itu one delegation one vote, pemilihan tertutup, surat dukungan bukan surat suara. Di AD/ART tidak ada. Kalau berdasarkan surat dukungan dan terbuka itu tidak sesuai dengan AD/ART," paparnya.
Namun, Airlangga belum tegas benar apakah akan menggugat kejanggalan ini. "Kita lihat dari sidang ke sidang. Kita komunikasikan pada forumnya," ucap Airlangga.
(imk/mpr)