"KontraS mengecam keras pemberian pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus pelaku aktivis HAM Munir. Kami menilai pembebasan bersyarat tersebut merupakan sinyal bahaya terhadap penuntasan kasus pembunuhan Munir," kata Kepala Divisi Pembelaan Sipil dan Politik Kontras, Putri Kanesia, di Kantornya jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Minggu (30/11/2014).
Menurutnya, ketiadaan komitmen atas penuntasan kasus pelanggaran HAM dan pemenuhan keadilan korban tercermin jelas dalam pemberian pembebasan bersyarat tersebut. Sebab Kemenkum dan HAM melalui SK melalui SK Menteri Hukum dan HAM RI No: W11.PK.01.05.06-0028 tahun 2014 hanya melihat dari aspek yuridis pemberian hak narapidana semata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka masih penting untuk memastikan bukti, saksi, dan pelaku yang ada terutama Pollycarpus untuk diolah lebih jauh selain itu juga sifat kejahatan yang dilakukan oleh Pollycarpus merupakan tindakan kejahatan atas kemanusiaan," sambung Putri.
Selain itu, Putri menilai MA dalam kasus Pollycarpus cenderung sebagai mesin penghapus dosa melalui putusan PK yang dua kali. Hal ini menunjukkan kamar pidana MA tidak jeli melihat kasus Munir dan asal memproses.
"Hal ini juga menunjukkan antar hakim tidak ada posisi yang jelas dalam kasus Munir. Putusan-putusan PK Polly pun tidak ada dalam website mereka ini indikasi ada yang disembunyikan," tuding Putri.
Sekadar diketahui, MA lewat dua kali proses PK, sempat memberi hukuman kepada Polly 20 tahun penjara lalu menyunat menjadi 14 tahun.
Putri melanjutkan, pembunuhan Munir oleh Pollycarpus yang juga melibatkan fasilitas negara tersebut tidak hanya mengakibatkan tewasnya Munir tetapi juga menciptakan rasa ketakutan di masyarakat.
"Dengan demikian, pemberian hak pembebasan bersyarat merupakan bagian dari kegagalan atau ketidakberdayaan negara atas kejahatan kemanusiaan sebagaimana yang dilakukan oleh Pollycarpus," imbuhnya.
Alhasil, berdasarkan hal tersebut Kontras mendesak, pertama Presiden Jokowi untuk bertanggung jawab membatalkan pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus serta memerintahkan Kemenkum HAM untuk tidak memberikan hak remisi dan atau pembebasan bersyarat terhadap tindak kejahatan yang dilakukan Pollycarpus.
"Kedua menuntaskan kasus pembunuhan Munir berdasarkan rekomendasi dari Tim Pencari Fakta Pembunuhan Munir, serta meminta komisi-komisi negara Ombudsman RI, Komisi Yudisial, Kompolnas, serta Komisi Kejaksaan untuk melakukan evaluasi proses hukum kasus Munir," tutup Putri.
Kecaman juga muncul dari LBH Jakarta dalam siaran pers yang diterima detikcom. LSM ini menuntut Presiden dan Menteri Hukum dan HAM untuk:
1. Mencabut pembebasan bersyarat Pollycarpus karena dilakukan dengan tidak memperhatikan keseimbangan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat.
2. Mengungkap secara serius dalang pembunuhan Munir sampai ke level pelaku intelektual.
(tfn/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini