"Munas IX Partai Golkar di Bali melanggar AD/ART Partai, di mana penyelenggaranya diputuskan sepihak oleh Ketum tanpa persetujuan Rapat Pleno sebagai pemegang kedaulatan tertinggi DPP yang bersifat kolektif," tegas jubir Presidium Penyelamat Partai Golkar, Agun Gunandjar S, dalam konferensi pers di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (28/11/2014). Dia ditemani oleh Yorrys Raweyai, ketua munas versi presidium.
Menurut Agun tidak ada hak prerogatif Ketum diatur dalam AD/ART (Pasal 19 AD jo pasal 36 AD). Materi Munas yang meliputi Rancangan Perubahan AD/ART, Rancangan Program Umum, Rancangan Pertanggungjawaban DPP (bukan Ketum), Rancangan Tata Tertib Munas sebagaimana diatur tentang wewenang Munas di pasal 30 ayat (2) tidak pernah dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno DPP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh karena itu dalam sejarah Partai Golkar 50 tahun, baru pertama kali Munas diselenggarakan oleh DPP tanpa melalui mekanisme rapat pleno guna membentuk Kepanitiaan dan membahas rancangan materi munasnya. Bukankah suara DPP dalam forum munas itu hanya 1, bagaimana akan satu suara dalam menyikapi agenda sidang sidang munas kalau anggota DPP-nya itu sendiri tidak pernah membahas dan menyepakatinya atas seluruh rancangan materi munas?" tutur Agun.
"Dengan Demikian kami tidak mengakui dan menyatakan penyelenggaraan Munas IX di Bali melanggar AD/ART partai, dan dengan sendirinya tidak sah. Untuk itu kami meminta kepada pemerintah untuk tidak mengakui keberadaan penyelenggaraan Munas IX Partai Golkar di Bali dari tanggal 30 november sampai dengan 4 Desember 2014," simpulnya.
(van/nrl)