Ada cerita dari Nenek Katimah (65), penjual makanan kecil di trotoar kawasan Jl HR Rasuna Said, Jaksel. Katimah kini harus berjuang di tengah himpitan mahalnya harga imbas dari kenaikan harga BBM bersubsidi.
Sudah sepuluh tahun, tiap hari kerja Katimah berjualan persis di depan RS MMC Kuningan. Aneka makanan kecil dijualnya mulai dari rempeyek, buah pisang hingga rokok yang jumlahnya tak sampai sepuluh.
"Sudah 10 tahun jualan disini," kata Katimah saat ditemui, Jumat (28/11/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiap harinya, Ninih menempuh perjalanan cukup jauh dari rumahnya di Cibubur. Untuk berjualan, dia harus tiga kali berganti angkutan umum. "Kemarin bolak-balik (ongkosnya) Rp 30 ribu, sekarang Rp 40 ribu. Makanya ini (harga dagangan) naik dari 4 ribu menjadi Rp 5 ribu," sebut Katimah menunjuk rempeyek jualannya.
Biasanya Katimah bangun pukul 03.00 WIB untuk mandi dan salat. Setelah itu, dia lebih dulu ke pasar membeli barang dagangan. "Sampai disini jam 5.30 WIB," ujarnya. Dia biasa berdagang hingga pukul 13.30 WIB
Nenek asal Cirebon ini senang bila cuaca bagus. Tapi bila hujan turun, dia terpaksa mengangkut dagangannya ke pos keamanan untuk berteduh. "Kalau hujan numpang di situ, tapi ga dapat duit kan ga ada yang beli," lanjutnya.
Dulunya Katimah hanya membantu suami berjualan buah-buahan di Rawamangun, Jaktim. Tapi selepas kepergian suami, dia memilih berdagang makanan untuk mencukupi biaya hidup. "Saya tinggal sama 1 anak yang bujangan, gajinya juga kecil," imbuh Katimah yang pendengarannya tidak bagus lagi saat berbincang.
Katimah tak pernah menghitung keuntungan hasilnya berjualan. Tapi yang pasti untuk modal dagangan dia menghabiskan duit sekitar Rp 400 ribu. "Tapi sekarang jadi makin mahal karena bensin naik," sebutnya
Soal imbas harga BBM naik, Katimah mengaku tak tahu Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), kebijakan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo. Yang dia punya hanya kartu kesehatan untuk berobat.
Tak ada penjelasan dari RT atau petugas lainnya terkait kebijakan perlindungan sosial ini. "Kartunya ada kartu berobat, yang itu (PSKS) belum ada, nggak tahu cara bikinnya,"ujar Katimah.
(fdn/ndr)