Aparat penegak hukum di Tuban, Jawa Timur, menggunakan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan kepada sopir truk Darmadi (31). Padahal UU itu telah dicabut seiring munculnya UU Kehutanan yang baru. Duh!
Darmadi ditangkap di Jalan Raya Desa Pucangan, Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban, pada 17 Juli 2014 saat membawa 13 batang kayu jati dengan truk nopol S 8839 JA. Sopir itu lalu diamankan polisi serta ditahan dan dimejahijaukan.
Darmadi didakwa melanggar pasal 50 ayat 3 huruf f jo pasal 78 ayat 5 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Selain itu, Darmadi juga didakwa dengan pasal 50 ayat 3 huruf h jo pasal 78 ayat 7 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan pidana dengan penjara selama 4 bulan," putus majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tuban, sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (25/11/2014).
Duduk sebagai ketua majelis Harris Tewa dengan anggota Indira Parmi dan Bayu Agung Kurniawan. Ketiganya menyatakan Darmadi melanggar pasal 50 ayat 3 huruf h jo pasal 78 ayat 7 UU Nomor 41 Tahun 1999 karena Darmadi mengangkut hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan.
Namun benarkah dakwaan, tuntutan dan putusan di atas?
Selidik punya selidik, telah lahir UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang disahkan dan diundangkan sejak 6 Agustus 2013. Dalam pasal 112 UU itu disebutkan:
Pada saat UU ini mulai berlaku, ketentuan pasal 50 ayat 1 dan ayat 3 huruf a, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j serta huruf k UU Nomor 41 Tahun 1999 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
UU Nomor 18 tahun 2013 itu juga mencabut UU Nomor 41 Tahun 1999:
ketentuan pasal 78 ayat 1 mengenai ketentuan pidana terhadap pasal 50 ayat 1 serta ayat 2 mengenai ketentuan pidana terhadap pasal 50 ayat 3 huruf a dan huruf b, ayat 6, ayat 7, ayat 9 dan ayat 10.
Di kasus serupa, ternyata Pengadilan Negeri (PN) Ketapang memutuskan sebaliknya. PN Ketapang membatalkan dakwaan jaksa terhadap Laherman dalam putusan sela pada 29 April 2014 lalu. Majelis hakim PN Ketapang membatalkan dakwaan karena jaksa menggunakan UU Nomor 41 tahun 1999 yang telah dianulir lewat UU Nomor 18 Tahun 2013 karena tempos delicti yang dilakukan Laherman dilakukan pada 31 Januari 2014.
Laherman didakwa dengan pasal 50 ayat 3 huruf f jo pasal 78 ayat 5 UU Nomor 41 Tahun 1999 dan pasal 50 ayat 3 huruf h jo pasal 78 ayat 7 UU Nomor 41 Tahun 1999.
"Karena peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penuntut umum untuk mendakwa tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dinyatakan sudah tidak berlaku lagi sejak tanggal 6 Agustus 2013, sedangkan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dilakukan pada 31 Januari 2014, maka sudah seharusnyalah menurut hukum kepada terdakwa harus didakwa dengan UU yang berlaku positif pada saat tindak pidana tersebut dilakukan oleh terdakwa," demikian pertimbangan majelis PN Ketapang yang diketok oleh ketua Achmad Rifai dengan anggota Roby Hermawan dan M Ikhsan.
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini