Interpelasi merupakan hak politik yang dimiliki oleh seorang legislator dan diatur dalam Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3). Presiden wajib menjawab hak interpelasi yang diajukan oleh DPR. Namun dalam menjawab, Presiden bisa mendelegasikan kepada Wakil Presiden atau menteri-menterinya.
Setelah pemerintah menjawab hak interpelasi yang diajukan, DPR memiliki kewenangan untuk menerima atau menolaknya. Di sinilah akan kembali terjadi 'pertarungan' antara kubu Koalisi Indonesia Hebat sebagai pengusung Presiden Jokowi, dan Koalisi Merah Putih selaku oposisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KIH tentu akan berjuang membela kebijakan Jokowi. Sementara KMP bisa saja menolak jawaban dari pemerintah. Bagaimana peta kekuatan dua kubu itu saat ini?
Koalisi Indonesia Hebat didukung oleh lima fraksi yakni; PDI Perjuangan (109 kursi), PKB (47 kursi), Nasdem (35 kursi), Hanura (16 kursi) dan PPP (39 kursi). Total kursi lima fraksi ini sebesar 246.
Sementara Koalisi Merah Putih didukung oleh Fraksi Golkar (91), Gerindra (73), Demokrat (61), PAN (49) dan PKS (40). Gabungan mereka menghasilkan 314 kursi. Secara matematis, KMP akan menang jika DPR melakukan voting terhadap jawaban Presiden atas penggunaan hak interpelasi.
Politikus PDI Perjuangan Arif Wibowo menduga interpelasi yang digulirkan KMP tersebut bermuatan politis.
"(Interpelasi) ini merupakan hak institusional sehingga pasti akan membawa konsekuensi politik. Ini pasti akan mereka teruskan sehingga akan menjadi hak angket," kata Arif di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2014).
Padahal menurut dia PDI Perjuangan yang dulu menolak kenaikan BBM pun tidak sampai menggalang interpelasi. Menurut Arif ada mekanisme yang seharusnya ditempuh sebelum dilakukan interpelasi.
"Sepuluh tahun sudah beberapa kali BBM dinaikkan, tapi kami tidak pernah lakukan interpelasi. Kalau interpelasi digalang oleh DPR yang sekarang mayoritas adalah mereka, lalu kemudian berlanjut jadi hak angket, berarti tidak salah ketika dari awal kami khawatir ada skenario untuk menjegal pemerintahan," tutur Arif.
(erd/nrl)