Bekas PNS Komisi Yudisial (KY) Al Jona Al Kautsar kecewa dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menghukum dirinya 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Putusan dianggap hanya menempatkan dirinya sebagai pelaku tunggal tindak pidana korupsi terkait rekapitulasi item pembayaran pegawai di Setjen KY.
"Memang vonis untuk saat ini, saya mengatakan tidak puas karena memang saya kan jelas tersangka tunggal. Jadi semua dibebankan kepada saya, jadi memang apapun yang saya sampaikan kemarin kalau itu untuk penggunaan operasional kantor tidak dilihat sama sekali. Padahal uang sebesar itu bukan untuk kebutuhan pribadi," ujar Al Jona usai mengikuti persidangan pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/11/2014).
Kekecewaan yang sama diungkapkan pengacara Al Jona, Zulham M. Menurutnya ada pihak lain yang terlibat dalam penghitungan rekapitulasi serta diuntungkan dari kelebihan pencairan pembayaran pegawai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi duit kelebihan pembayaran menurut Zulham tak dinikmati kliennya seorang diri. 0"Kelebihan pembayaran dana-dana itu kan tidak setimpal sama yang dia terima. Dia hanya pakai sebagian kecil, sementara sebagian besarnya untuk dana taktis di KY," tegas Zulham.
Menurutnya bukti-bukti soal penggunaan sudah dibeberkan Al Jona. Namun tidak dihadirkan di persidangan. "Harusnya itu kalau pihak KY terbuka, ya sampaikan lah untuk apa-apa saja dana taktis itu," imbuh Zulham.
Dalam putusan, majelis hakim menyatakan Al Jonaβ yaang bekerja sebagai staf pada Sub Bagian Perbendaharaan Bagian Keuangan Biro Umum Sekretariat Jenderal KY terbukti menyalahgunakan kewenangannya dalam membuat rekapitulasi sejumlah item pembayaran pada Setjen KY.
Rekapitulasi yang dimanipulasi adalah uang pelayanan pemeriksaan laporan pengaduan masyarakat (UPP), uang pelayanan sidang pembahasan laporan pengaduan masyarakat (UPS) dan pembayaran uang layanan penanganan/penyelesaian laporan masyarakat (ULP) dan uang layanan persidangan (ULS) pada bulan Mei 2009-Maret 2013.
"Terdakwa telah menerima uang pembayaran pada Mei 2009-Maret 2013 yang melebihi haknya sehingga berjumlah Rp 4,509 miliar," sebut hakim anggota Aviantara.
Uang tersebut sambung majelis hakim digunakan untuk kepentingan pribadi dan keperluan lainnya. "Dari jumlah uang tersebut telah dipergunakan untuk kepentingan terdakwa, biaya orang tua yang sakit, membeli Honda Brio kemudian dijual untuk biaya berobat, membeli Innova, membeli mobil Morris dan kepentingan taktis," papar hakim Aviantara.
Selain hukuman 5 tahun penjara denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan, Al Jona dihukum membayar uang pengganti Rp 4,198 miliar. Jumlah tersebut merupakan selisih kerugian keuangan negara Rp 4,509 miliar yang dikurangi dengan pengembalian uang sebesar Rp 311,115 juta ke kas negara.
Dalam putusannya, majelis hakim juga menyatakan merampas harta benda yang berasal dari tindak pidana korupsi yakni 1 unit sepeda motor Yamaha Mio, 1 unit Toyota Innova, 1 unit Moris,
"Seluruhnya dirampas untuk negara dan dikompesansikan dengan jumlah kerugian keuangan negara," sambung hakim Aviantara.
Al Jona terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.
(fdn/jor)