Mulai dari mitigasi bencana, peringatan dini tsunami hingga upaya rekonstruksi pasca bencana telah dipelajari dan dipraktikkan. Bahkan, Indonesia telah memiliki alat deteksi tsunami berupa Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang dinilai sebagai alat yang paling mutakhir di Indonesia dalam mendeteksi adanya tsunami.
Alat ini dapat mendeteksi apakah suatu gempa berpotensi terjadi tsunami atau tidak dalam waktu 5 menit setelah gempa terjadi. Sehingga masyarakat memiliki kesempatan untuk mengamankan diri sebelum tsunami benar-benar terjadi. Namun ternyata masalahnya tak hanya ada pada teknologi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, menurut Nasir, biasanya korban yang berjatuhan saat terjadi tsunami bukan karena tergulung ombak tsunami itu sendiri. Rata-rata korban berjatuhan justru akibat tertimpa bangunan.
Kepala BMKG, Andi Eka Sakya yang juga turut hadir dalam konferensi pers tersebut mengatakan, faktor yang paling sulit diubah agar mencapai zero victim accident atau nihil korban, adalah budaya masyarakat untuk tidak panik.
"Masalahnya adalah budaya masyarakat yang panik. Karena ketika panik, lalu mereka berusaha menyelamatkan diri bawa mobil, jalanan penuh mobil dan jadi macet. Kalau gelombang naik lagi, kan mereka bisa tergulung," ujarnya.
"Ada structure component dan culture component, dan bagaimana policy perspective ini bisa kita jembatani," tambah Andi.
Untuk itulah BMKG bekerjasama dengan Kemenristek dan Dikti serta Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) UNESCO mengadakan konferensi internasional dalam rangka memperingati 10 tahun tsunami Samudera Hindia. Konferensi ini dihadiri 24 negara dari 28 negara yang menjadi anggota Regional Tsunami Service Provider (RTSP).
Negara-negara yang menjadi anggota RTSP tersebut merupakan negara yang berlokasi di tepi Lautan Hindia, Lautan China serta Lautan Pasifik. Hasil dalam konferensi ini akan dijadikan masukan untuk pemerintah dalam upaya peningkatan penanganan tsunami.
Konferensi ini juga menjadi langkah awal penjajagan kesimpulan sebagai bahan untuk acara The 3rd UN World Conference on Disaster Risk Education. Acara ini akan diselenggarakan di Jepang pada tanggal 14-18 Maret 2015.
(kff/rmd)