Pengangkatan HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung menuai banyak kritikan, lantaran ia berasal dari partai politik. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai jika Presiden Jokowi serius dengan janji penyelesaian kasus pelanggaran HAM, maka Jaksa Agung baru harus segera menuntaskan kasus-kasus HAM yang tak kunjung selesai.
"Jaksa Agung baru harus berkomitmen dan berani untuk melakukan penyidikan perkara pelanggaran HAM berat yang sudah mandek di kejaksaan sejak tahun 2002," kata aktivis KontraS Yatiandriani kepada detikcom, Sabtu (22/11/2014).
Yati memaparkan, ada 7 berkas pelanggaran HAM berat hasil penyelidikan Komnas HAM yang masih mandek di kejaksaan agung. Yaitu kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998 β 1999, Mei 1998, Penculikan dan Penghilangan Paksa 1997 β 1998, Talangsari 1989, Wasior Wamena 2001, Peristiwa 1965-1966 dan Pembunuhan Misterius 1982 β 1984.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal alasannya, Jaksa Agung sebelumnya berdalih kasus-kasus itu tak kunjung dilakukan penyelidikan karena tersandung masalah jabatan penyidik, belum ada pengadilan HAM ad hoc, bukti yang belum cukup hingga sudah ada pengadilan militer.
β"Sejauh ini alasan-alasan legal formal tersebut terkesan diada-adakan, sehingga yang terjadi selama ini pingpong bolak balik pengembalian berkas antara kejaksaan agung dan komnas HAM," ujar Yati.
Padahal, alasan di balik itu semua yang paling mendasar adalah karena tidak adanya dukungan politik presiden dan parlemen untuk penyelesaian kasus ini.
"Jaksa Agung yang baru harus berani dan indepen untuk bisa segera melakukan penyidikan, jangan bersembunyi di balik alasan legal formal dan ping pong antara komnas HAM dan Jaksa Agung," tuturnya.
"Maka Presiden Jokowi harus tunjukan dukungan dan gunakan mandatnya dengan segera mengeluarkan Keppres pembentukan pengadilan HAM ad hoc," tegas Yati.
(iqb/vid)