Sidang dengan agenda dakwaan digelar di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jalan Raya Ampera, Kamis (20/11/2014) sore. Finishtra dan Irfan duduk di kursi terdakwa memakai rompi tahanan warna merah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlangga Wisnu Murdianto, SH lalu membacakan dakwaannya. Ia menerangkan peristiwa penganiayaan yang dilakukan Finishtra dan Irfan kepada Arfiand.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari pertama hingga kelima kegiatan itu sangat menguras tenaga Arfiand karena diisi dengan berjalan kaki puluhan kilo meter dari satu tempat ke tempat lain. Belum lagi perploncoan fisik. Akibatnya, ia beberapa kali jatuh pingsan akibat kelelahan. Di hari kelima, ia dibawa panitia ke Klinik Sakaseng.
Di hari pertama hingga kelima itu Arfiand juga mendapat siksaan dari beberapa orang. Dwiki Hendra Saputra dan Tommy Saputra menampar pipi Arfiand secara bergantian sekitar 10 kali dengan tangan, Amaretto Jose Vernon juga menendang pipi Arfiand, dan Zulfannur Adeani Putri memukul muka Arfiand dengan tangan hingga terjatuh.
Penganiayaan terhadap Arfiand tak sampai di situ. Penganiayaan yang makin parah justru didapatnya saat 2 alumni SMAN 3 yakni Finishtra dan Irfan datang dan ikut kegiatan tersebut.
Arfiand yang sudah sakit dan kondisi fisiknya sangat lemah dipaksa berjalan jauh dan mendaki menuju ke puncak Burangrang. Akibatnya, dalam perjalanan ia sering terjatuh. Melihat itu, bukannya menolong, Finishtra malah marah dan menganiaya Arfiand.
Finishtra menganiaya dengan cara menggampar pipi kiri dan kanan Arfiand dengan tangan kanan sebanyak 2 kali. Selain itu, ia juga menginjak ulu hati Arfiand dengan kaki kanan.
Bukannya mencegah, Irfan malah ikut-ikutan Finishtra menganiaya Arfiand. Tanpa rasa bersalah, ia kemudian menendang kepala Arfiand dengan menggunakan kaki kanan.
Saat awal penyiksaan oleh Finishtra dan Irfan itu, Arfiand sebenarnya sudah meminta dan memohon untuk pulang. Namun hal tersebut tidak digubris. Ia malah disuruh paksa untuk melanjutkan perjalanan.
Penganiayaan makin menjadi dialami Arfiand di hari ketujuh. Saat turun hujan deras, ia dan 9 rekannya dipaksa buka baju dan mandi hujan selama sekitar 30 menit. Di situ, ia sendiri ditampar bergantian oleh Dwiki Hendra Saputra, Krisna Murti, Amaretto Jose Vernon, Tommy Saputra, dan Zulfannur Adeani Putri.
Di hari kedelapan dalam perjalanan ke Tangkuban Perahu, Irfan lagi-lagi kembali menganiaya Arfiand. Siswa 16 tahun itu dibanting ke tanah dalam kondisi fisik dan mental yang sudah sangat lemah. Arfiand akhirnya meninggal dunia.
"Bahwa akibat perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa I Finishtra Desriansyah bersama dengan terdakwa II Muhammad Irfan Prabudi alias Irfan alias BJ telah mengakibatkan korban Arfian Chaesary Al-Irhami meninggal dunia," kata Herlangga dalam persidangan.
Herlangga kemudian menerangkan hasil visum et repertum dari RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo terhadap mayat Arfiand pada 23 Juni 2014. Dari situ ditemukan ada 37 luka yang terdiri dari luka lecet dan memar di tubuh anak berusia 16 tahun itu.
"Lecet dan memar meliputi bagian wajah, leher, dada, punggung, anggota gerak bawah akibat kekerasan benda tumpul. Selanjutnya ditemukan memar dan pendarahan pada kedua paru, sembab otak serta bintik-bintik pendarahan pada dinding lambung dan piala ginjal," ucap Herlangga.
Karena penganiayaan oleh Finishtra dan Irfan itulah, Arfiand akhirnya meninggal dunia. "Sebab kematian adalah akibat kekerasan tumpul pada dada yang mengakibatkan memar dan pendarahan pada kedua paru," sebut Herlangga.
Kata Herlangga perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 80 ayat (2) dan (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan pasal 351 Ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Hakim Ketua Iman Gultom kemudian mempersilahkan kedua terdakwa untuk berkonsultasi dengan kuasa hukumnya atas dakwaan pasal berlapis itu. Mereka lalu mengajukan nota keberatan. Sidang dilanjutkan Kamis pekan depan.
(bar/jor)