Soal Tes Keperawanan Polwan, Polri: Masa PSK Mau Diterima Jadi Polisi

ADVERTISEMENT

Soal Tes Keperawanan Polwan, Polri: Masa PSK Mau Diterima Jadi Polisi

- detikNews
Rabu, 19 Nov 2014 17:17 WIB
Jakarta - Meski Kapolri Jenderal Sutarman sudah membantah adanya tes keperawanan bagi para calon polisi wanita. Namun pernyataan lebih jelas datang dari Kepala Divisi Hukum Polri Irjen Pol Drs Moechigiyarto. Tes keperawanan dilakukan sebagai rambu moral calon anggota kepolisian.

"Betul, itu terjadi. Sudah dari dulu. Aturan itu udah dari dulu begitu. Ada aturan itu dan saya menyampaikan di SDM itu ada persyaratan-persyaratan, ada matrik-matriknya. Ada peraturan internal, tata cara seleksi penerimaan. Secara kualitas itu dicek dulu," ujar Moechigiyarto.

Hal tersebut dinyatakan Moechigiyarto dalam diskusi Komisi Indonesia Nasional di Kampus Indonesia Jantera School of Law di Gedung Puri Imperium Office Plaza, Jl Kuningan Madya, Jaksel, Rabu (19/11/2014). Ia menyebut tes itu memang tidak berkaitan dengan profesionalitas dari institusi Polri, namun lebih pada kualitas moral calon Polwan.

"Memang kalau dikaitkan dengan profesi tidak ada pengaruhnya, tapi kita ada aturan main. Soal track record, soal kualitas keperawanan. Ini soal moral, kita tidak mau ada bibit yang tidak baik. Pertanyaan kita, kalau dia nggak perawan dan PSK (Pekerja Seks Komersil), masa mau diterima jadi polisi. Apa saya melanggar gender? kan moral itu," kata Moechigiyarto.

"Bukan soal aturan dia perawanan atau tidak perawan, tapi kalau masih perawan kan lebih baik. Kita serahkan ke tim (untuk uji keperawanan), jadi kalau itu kan ada tim penguji kesehatan. Itu kan ada surat perintah, jadi ada panitia seleksi, orangnya tergantung kebutuhan. Sudah ditentukan SDM, ada panitia seleksi penerimaan," sambungnya.

Meski dikecam oleh berbagai pihak, Moechigiyarto menyatakan aturan yang berlaku adalah seperti itu. Terkait pelanggaran privacy, ia pun menyebut selama ada aturannya maka itu dapat dilakukan.

"Silakan saja (dikecam), itu kan pendapat dari orang. Seandainya saya bilang dia WTS (Wanita Tuna Susila), masa mau diterima. Tentu tidak (melanggar privacy), sangat privat pun kalau diatur di UU nggak apa-apa, tapi kalau nggak diatur ya nggak boleh. Kan tidak sampai ke USG. Memang privat tapi kan diatur. Masalah itu memang sensitif," jelasnya.

(ear/ndr)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT