Jangan Sampai Ada Referendum di Wilayah Perbatasan RI-Malaysia

Jangan Sampai Ada Referendum di Wilayah Perbatasan RI-Malaysia

- detikNews
Senin, 17 Nov 2014 15:38 WIB
Jakarta - Pemberian kartu penduduk Malaysia pada warga perbatasan yang ada di desa di Indonesia dinilai tak langgar hukum internasional. Menurut Guru Besar Hukum UI Hikmahanto Juwana, dalam hukum internasional ada kewajiban negara yang saling berbatasan untuk menjamin penduduk asli agar mereka tetap dapat melakukan hubungan dan kontak.

"Ketentuan ini bertujuan agar penduduk asli yang berada di perbatasan tidak terpisah disebabkan karena garis batas antar negara," jelas Hikmahanto, Senin (17/11/2014).

Menurut dia, seperti tertuang dalam pasal 36 Resolusi Majelis Umum PBB No. 61/295 tahun 2007 tentang Declaration on the Rights of Indigenous Peoples.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasal 36 ayat (1) menyebutkan, "Indigenous peoples, in particular those divided by international borders, have the right to maintain and develop contacts, relations and cooperation, including activities for spiritual, cultural, political, economic and social purposes, with their own members as well as other peoples across borders (Masyarakat asli, khususnya mereka yang terpisah oleh batas internasional, memiliki hak untuk menjaga dan mengembangkan kontak, hubungan dan kerjasama, termasuk kegiatan yang bertujuan spiritual, kebudayaan, politik, ekonomi dan sosial, degnan para anggotanya termasuk juga masyarakat lain dalam lintas perbatasan".

Sementara ayat (2) menyebutkan, "States, in consultation and cooperation with indigenous peoples, shall take effective measures to facilitate the exercise and ensure the implementation of this right (Negara-negara, melalui konsulatas dan kerjasama dengan masyarakat asli, wajib mengambil tindakan nyata untuk memfasilitasi dilakukannya dan memastikan implementasi dari hak ini)".

"Sehingga sah-sah saja bagi Malaysia untuk mengeluarkan kartu penduduk bagi penduduk asli yang berada di perbatasan. Ini termasuk juga Indonesia melakukan hal yang sama meski penduduk asli tersebut bermukim di wilayah Malaysia," tambah dia.

Bagi pemerintah Indonesia, lanjut Hikmahanto, yang terpenting bukan mempermasalahkan kartu penduduk yang dikeluarkan oleh pemerintah Malaysia melainkan memberi kesejahteraan bagi penduduk asli tersebut, termasuk membangun infrastruktur dan sentra perekonomian.

"Kesejahteraan, infrstruktur dan sentra perekonomian inillah yang menjadi pull faktor bagi penduduk asli untuk mendapatkan kartu penduduk Malaysia dan berada di Malaysia. Namun demikian meski mendapatkan kartu penduduk Malaysia ini tidak berarti perbatasan Indonesia-Malaysia akan berubah. Ini sepanjang perbatasan telah disepakati oleh kedua negara," jelasnya.

Hikmahanto mengungkapkan, bila perbatasan masih belum ditetapkan dan masih dalam status dipermasalahkan (Outstanding Boundary Problem/OBP) maka yang perlu diwaspadai oleh pemerintah adalah tidak menyepakati penentuan wilayah berdasarkan apa yang dikehendaki oleh penduduk asli melalui referendum.

"Bila ini yang terjadi sangat mungkin wilayah yang disengketakan akan jatuh ke Malaysia karena penduduk asli merasa lebih sejahtera menjadi bagian dari Malaysia daripada bagian dari Indonesia. Oleh karenanya pilihan untuk melakukan referendum di wilayah perbatasan tidak boleh menjadi opsi untuk menetukan wilayah yang disengketakan antara Indonesia dengan Malaysia," tutur dia.

"Bagi pemerintah Indonesia tidak ada pilihan lain untuk memberi kesejahteraan dan membangun infrsturktur dan sentra ekonomi. Ini semua yang akan menjadi faktor bagi penduduk asli untuk tetap berada dibawah NKRI," tegasnya.

(ndr/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads