sejumlah warga menjadi 'korban' atas penerapan undang-undang tersebut.
Beberapa yang pernah menjadi 'korban' UU ITE antara lain Prita Mulya Sari, artis Luna Maya, dan aktivis dunia maya Benny Handoko. Pada September 2013 Kementerian Komunikasi dan Informatika menjadikan revisi UU ITE sebagai salah satu prioritas.
Usul revisi Kemenkominfo fokus pada pasal 45 yakni terkait sanksi bagi pelaku pencemaran nama baik di dunia maya dari 6 menjadi 3 tahun. Sementara untuk pasal 27 tentang larangan melakukan pencemaran nama baik tak akan diubah. Alasannya
aturan pada pasal 27 itu merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum itu ada banyak warga yang juga terjerat UU ITE. Pemicunya pun bervariasi, ada yang akibat menulis surat elektronik (email), status di Twitter, atau curhat di Facebook.
Adalah anggota Komisi I DPR RI Meutya Hafidz yang kini berteriak agar UU ITE segera direvisi. Sebagai langkah awal usulan revisi itu dia kemukakan Senin (10/11/2014) pekan lalu saat Komisi I melakukan rapat dengar pendapat dengan Masyarakat Telematika Indonesia.
"Selanjutnya stakeholder lainnya akan kami mintakan pendapatnya termasuk kementerian dan lembaga terkait,β kata Meutya saat berbincang dengan detikcom, Senin (17/11/2014).
Namun rencana revisi UU ITE itu nampaknya masih akan lama terwujud. Apalagi sejumlah anggota DPR khusus Komisi I yang membidangi masalah komunikasi masih disibukkan persoalan internal. Seperti revisi Undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) sebagai konsekuensi kesepakatan Koalisi Indonesia Hebat dengan Koalisi Merah Putih.
Setelah alat kelengkapan terbentuk, apabila revisi UU ITE mendapat dukungan maka agenda selanjutnya adalah mengundang
Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jika disetujui maka revisi akan diusulkan ke Badan Legislasi untuk dimasukkan
menjadi Prolegnas 2015.
"Jadi belum masuk tahapan, baru disuarakan agar dimasukkan Prolegnas. Proses masih panjang," kata Meutya.
(erd/nrl)