Gempa hebat berkekuatan 7,3 SR terjadi di Laut Maluku pukul 09.30 WIB tadi. Kepala BNPB Syamsul Ma'arif menjelaskan, gempa tersebut terjadi akibat adanya subduksi (penekukan) ganda.
"Dari informasi Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI), terjadi subduksi antara lempeng Laut Filipina dan Lempeng Laut Eurasia," kata Syamsul di kantor BNPB, Jl Juanda, Jakarta Pusat, Sabtu (15/11/2014).
Menurut Syamsul, lempeng Laut Filipina yang berada di sisi timur berbenturan dengan lempeng Laut Eurasia yang berada di sisi barat. Titik benturan kedua lempeng besar ini terjadi di Laut Maluku, sehingga menyebabkan gempa yang terasa begitu kuat di daerah sekitarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gempa tersebut, menurut Syamsul merupakan gempa dengan tipe sesar (rekahan) naik atau thrust fault. Dampak yang terjadi sangat kuat di titik pusat gempa, yaitu di Laut Maluku.
"Biasanya kalau benturan antar lempeng besar, dampaknya akan lama. Bisa terjadi gempa susulan hingga hitungan hari bahkan minggu," ujar Syamsul.
Sebab menurutnya, kedua lempeng tersebut akan terus bergoyang hingga menemukan kestabilan kembali. Itulah mengapa selalu ada rentetan gempa pasca terjadi benturan antar lempeng.
"Namun biasanya gempa susulan skalanya lebih kecil. Karena hanya efek dari benturan awal," tuturnya.
Meski demikian, BNPB tidak akan lengah. Walaupun biasanya gempa susulan lebih kecil, namun tetap berpotensi merusak. "Karena bisa jadi, bangunan yang terkena goncangan saat awal gempa tidak roboh, kalau terus kena goncangan jadi roboh atau retak. Jadi gempa susulan juga tidak bisa diremehkan," terang Syamsul.
Badan Metereologi Klimotologi dan Geofisika (BMKG) sempat mengumumkan adanya potensi tsunami akibat gempa tersebut. Beberapa wilayah mengalami tsunami kecil. Namun sekitar pukul 12.55 WIB, peringatan dini tsunami dicabut.
(kff/nik)