Indonesia Corruption Watch (ICW) datangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Mereka memaparkan sejumlah masalah dalam bidang pendidikan temuan mereka.
ICW bersama Koalisi Pendidikan dan sejumlah komponen pendidikan lainnya mempresentasikan hasil temuan mereka di kantor Kemendikbud, Senayan, Jakpus, Jumat (14/11/2014). Mereka memaparkan mengenai sejumlah masalah mulai dari Ujian Nasional, Kartu Indonesia Pintar (KIP), mutu guru, hingga korupsi di bidang pendidikan.
"Bagi kami terlepas dari berbagai kemajuan di pendidikan, kami masih menemui adanya berbagai catatan. Seperti Akses dan mutu guru, termasuk soal korupsi dii kementerian, kurikulum dan KIP," ungkap koordinator ICW, Ade Irawan di awal acara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua soal UN kami harap ada evaluasi dan kajian apakah masih diperlukan. Korupsi juga, dari daerah tingkatnya cukup tinggi. Kami harap Kemendikbud ada strategi untuk pencegahan korupsi, termasuk soal gratifikasi dan LHKPN di Kemendikbud," kata Febri.
Dari data ICW, korupsi di sektor pendidikan paling banyak terjadi di tingkat daerah. Paling terbesar terjadi di lingkup Dana Alokasi Khusus (DAK) di mana kerugian negara mencapai Rp 265,1 miliar. Selain itu juga menurut ICW, korupsi di daerah terjadi pada dana buku, sarana prasarana Perguruan Tinggi, dana pendidikan gratis, infrastruktur sekolah, gaji guru, dana operasional, Sarana dan prasarana sekolah, infrastruktur Disdik, dan APBD.
"Kami sudah sampaikan usulan ke Dirjen Disdas agar ada revisi soal peraturan agar tingkat korupsi di daerah lebih rendah. Kami harap juga adanya revisi PP tentang tata kelola dan Permendikbud 044 tahun 2002 tentang Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan," tutur Febri.
Menurutnya peran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan di sekolah-sekolah terkait anggaran dan transparansinya terkekang oleh kepala sekolah. Sehingga peran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan tidak berjalan dengan baik.
ICW pun juga menyoroti mengenai pemerataan guru di daerah-daerah, nasib guru honorer yang gajinya terbilang rendah. Sertifikasi guru pun diminta ICW bisa sejalan dengan peningkatan guru dan Kemendikbud diharapkan memperkuat dengan melakukan pemantauan terhadap mutu guru.
"Kalau ada yang (mutunya) masih ada di bawah, perlu ada program peningkatan mutu guru. Soal KIP, kami prinsipnya sepakat tapi dilihat di lapangan banyak yang meleset. Kami kemarin cek terhadap penerima bantuan itu, penerima KJP di 2013 ada 500 ribuan orang dan daro sampel 1000 orang setelah kami cek ada sekitar 19,4% yang tidak terkonfirmasi dan tidak sesuai kriteria," Febri menjelaskan.
Dalam hal KIP, Kemendikbud pun diminta melakukan pendataan. ICW memberikan usul agar pendataan melibatkan publik. "Bisa lewat sekolah, tapi sekolah harus umumkan siapa saja yang dapat KIP dan dikasih waktu publik kritisi itu jadi tahu alasannya kenapa orang itu terima. Selain itu kami usul agar data dibuka supaya bisa diakses oleh publik karena kaami cek ada yang duplikasi juga," sambung Febri.
Salah seorang koordinator Koalisi Pendidikan yang turut hadir, Jimmy F merekomendasikan agar kurikulum yang digunakan di sekolah kembali pada kurikulum 2006 namun dievaluasi. Ia juga menyoroti mengenai lembaga pendidikan guru atau LPTK.
"LPTK sebenarnya masih banyak bermasalah, tidak memiliki standar yang baik. Ini harus diperhatikan, LPTK abal-abal harusnya ditutup, LPTK negeri yang katanya bagus juga harus dapat diskusi dengan Kemendikbud dan melihat permasalahan soal mutu guru apa. Data kemendikbud 2010, 54 perseb guru tidak memiliki kualifikasi yg cukup mengajar," terang Jimmy dalam kesempatan yang sama.
Sementara Anies sendiri mengaku akan mempelajari temuan-temuan yang disampaikan oleh ICW dkk. Ia pun mengatakan bahwa komponen masyarakat memang diperlukan untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia bersama pemerintah.
"Ini lho PR dari ICW, saya tidak bisa langsung memberikan respon. Saya akan pelajari dulu. Kita ingin pendidikan dilakukan secara gotong royong, bukan hanya pemerintah saja tapi semua terlibat. Masyarakat dan komponen lainnya," ucap Anies saat menerima laporan tertulis ICW.
"Banyak komponen masyarakat yang ingin terlibat dalam hal pendidikan. Tugas kita menyediakan sarana agar keterlibatan itu bisa produktif bagi pendidikan. Pendidikan harus dengan metode gerakan gotong royong. Jadi jangan hanya memesan atau meminta kepada negara saja namun ada juga yang bisa dikerjakan secara bersama-sama," tutupnya.
(ear/rvk)