Jokowi dan FX Hadi Rudyatmo bersahabat akrab setidaknya hampir 10 tahun terakhir. Keduanya berpasangan saling mengisi dan bahu-membahu mengelola Kota Solo sejak 2005 hingga 2012 sebagai kepala daerah dan wakilnya.
Keduanya selalu saling mendukung, kecuali kali ini; ketika Presiden Jokowi memutuskan hendak menarik subsidi BBM. Rudy, yang kini Wali Kota Surakarta dengan tegas menolak dan siap menerima sanksi.
Setidaknya Jokowi harus melewati tiga tahapan dulu jika ingin mengalihkan subsidi minyak ke sektor lain. Itupun masih ditambah dengan situasi lain yang harus dipertimbangkan lagi sebelum keputusan diambil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya adalah harus terlebih dulu memperbaiki semua infrastruktur, jika memang Jokowi konsisten dengan janjinya untuk tidak menyengsarakan rakyat kecil sesuai janjinya dulu. Sedangkan yang ketiga, pemberlakuan harga baru secara bertahap agar tidak terjadi gejolak, misalnya terlebih dulu menaikkan harga BBM untuk kendaraan roda empat. Sedangkan untuk motor masih bisa membeli seperti harga lama dengan menunjukkan kupon.
"Ini penting saya ingatkan karena ini sesuai janji kampanye beliau dulu. Jangan dianggap saya hanya asal membuat sikap berbeda. Saya berbeda karena secara prinsip saya tidak bisa membiarkan sesuatu yang tidak tepat diberlakukan. Silakan saja menaikkan harga BBM tapi tahapan itu dilalui dulu, bukan tiba-tiba harga dinaikan dengan mengabaikan hal-hal yang bisa dilakukan untuk menekan harga BBM," ujar Rudy di Solo, Selasa (11/11/2014).
Pertimbangan lain yang harus diperhitungkan adalah harga minyak dunia yang cenderung menurun saat ini. Jika bersikeras menaikkan harga BBM di saat harga minyak global menurun, maka pemerintah wajib secara transparan membuka hitung-hitungannya kepada publik. Tanpa itu maka akan merugikan pemerintah karena publik akan membuat persepsi sendiri perihal keputusan yaang tidak populis tersebut.
Rudy juga menegaskan siap menerima konsekuensi apapun atas sikapnya tersebut. Namun dia menegaskan sejauh ini partainya, PDI Perjuangan, tidak mengeluarkan larangan resmi bagi kader-kadernyaa untuk berpendapat berbeda dengan Pemerintah. Pernyataan keras yang disampaikan oleh Tb Hasanuddin maupun Eva Sundari yang melarang kader berpendapat berbeda dengan Pemerintah, dianggapnya hanya sebagai pendapat pribadi.
"Pak Hasanuddin dan Mbak Eva itu siapa? Hanya kader biasa kok. Kalau mengaku jubir, sejak kapan diangkatnya? Kalaupun nanti ada aturan resmi tertulis dari DPP PDI Perjuangan yang melarang kami berbeda dengan keputusan Pemerintah, kami siap menanggung resikonya. Beda pendapat untuk kebaikan bersama itu hal yang wajar saja. Parpol kan alat perjuangan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, bukan untuk golongannya sendiri. Lagipula saya hanya berpegang pada janji kampanye Pak Jokowi yang mestinya dijalankan setelah menjabat," tegas Rudy yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surakarta.
(mbr/mok)











































