Ahli Hukum: DPR Tak Berwenang Campuri Urusan Teknis Kartu Sakti Jokowi

Ahli Hukum: DPR Tak Berwenang Campuri Urusan Teknis Kartu Sakti Jokowi

- detikNews
Sabtu, 08 Nov 2014 10:26 WIB
Jokowi pegang contoh kartu sakti (Jati detikcom)
Jakarta - DPR menginginkan agar pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta izin untuk menjalankan program "kartu sakti", yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS) hingga Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun demikian, pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan DPR tak berwenang mencampuri program pemerintah itu terlalu jauh.

Refly mendasarkan pendapatnya pada keputusan MK yang diketok Ketua MK Hamdan Zoelva pada 22 Mei lampau. Lewat putusan itu, DPR tak lagi punya kewenangan membahas anggaran hingga hal-hal yang sangat rinci sampai satuan tiga, yakni perincian anggaran per program.

"Dari sisi penganggaran, DPR tidak berhak lagi masuk (membahas -red) sampai satuan tiga yang berkaitan dengan rincian program dan kegiatan. Bisa-bisa nanti DPR jadi eksekutif kalau masih berwenang seperti sebelumnya," tutur Refly saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (8/11/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alumnus Universitas Gadjah Mada ini menuturkan, hal-hal yang berkenaan dengan program dan kegiatan pelaksanaan KIS, KIP, hingga KKS (Kartu Keluarga Sejahtera), adalah domain pemerintah.

Namun DPR mempermasalahkan soal nomenklatur baru pada program yang mirip-mirip dengan yang sudah ada pada pemerintahan SBY. Untuk membagi anggaran ke nomenklatur baru itu, yakni kartu sakti, maka pemerintah perlu izin ke DPR.

Refly memandang persoalan ini tak perlu ditajamkan, karena yang terpenting bagi DPR adalah menjalankan fungsi pengawasan terhadap program ini, memastikan agar semua berjalan transparan dan akuntabel.

"Kecuali kalau Jokowi beli senjata dari anggaran dana bantuan kesehatan dan pendidikan, baru itu layak dipersoalkan. Ini (program kartu sakti) tidak kok, cuma namanya saja yang berbeda," tangap Refly.

Justru kerja cepat Jokowi yang baru berumur sekitar setengah bulan ini harus diapresiasi. Dalm waktu singkat itu, pemerintahan Jokowi sudah mampu meluncurkan program kartu sakti.

"DPR daripada merecoki pemerintahan, lebih baik selesaikan persoalan internal mereka (DPR) saja," tandas Refly.

Sebelumnya, Ketua DPR Setya Novanto menjelaskan bahwa pemerintah harus berkonsultasi dengan DPR terkait anggaran untuk kartu sakti tersebut. Novanto menyatakan hal ini setelah bertukar pikiran dengan Wakil Ketua Komisi X yang membidangi masalah pendidikan, Ridwan Hisyam.

"Untuk pagu anggaran, kalau KIP sama dengan BSM yang sudah ada sehingga tidak ada mata anggaran KIP yang sudah disetujui. Kalau mau di-split (dipisah), mesti mendapat persetujuan dari kami (DPR)," kata Ridwan yang mendampingi Novanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/11).

(dnu/ahy)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads