Presiden Jokowi Diminta Segera Buat Peraturan Peradilan Anak

Presiden Jokowi Diminta Segera Buat Peraturan Peradilan Anak

- detikNews
Kamis, 06 Nov 2014 10:27 WIB
ilustrasi (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Empat bulan sejak UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) berlaku efektif, pemerintah belum membuat aturan pelaksanannya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta segera membuat aturan guna melindungi hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum.

UU SPPA sendiri telah secara resmi diberlakukan sejak 31 Juli 2014 yang lalu.

"Pemerintah berkewajiban untuk membentuk peraturan pelaksana dari UU SPPA berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres). Namun sampai dengan saat ini belum ada satu bentuk peraturan pelaksana pun yang dikeluarkan oleh pemerintah," kata peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu dalam siaran pers yang diterima detikcom, Kamis (6/11/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia dan dunia akan memperingati 25 tahuh kelahiran Konvensi Anak Sedunia pada 20 November nanti. Indonesia menandatangani Konvensi Hak Anak pada 26 Januari 1990 dan meratifikasinya melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36 Tahun 1990 pada 25 September 1990. Salah satu implementasi konvensi itu adalah lahirnya UU SPPA.

"Hampir dua tahun UU SPPA ini lahir, sudah hampir 4 bulan efektif berlaku. Tapi tidak satu pun terlihat peraturan yang dibuat pemerintah. Ini menunjukkan pemerintah lambat," ujar Erasmus.

Erasmus menjelaskan meski terdapat ketentuan dalam Pasal 107 UU SPPA yang menyebutkan bahwa peraturan pelaksanaan UU SPPA harus ditetapkan paling lambat 1 tahun sejak UU SPPA diberlakukan, namun kehadiran peraturan sangat mutlak diperlukan bersamaan.

"Bagimana mungkin UU-nya akan efektif diberlakukan tapi tak satu pun peraturan pelaksanaannya dibuat," terang Erasmus.

ICJR menilai Pemerintah tidak terbuka dalam melakukan pembahasan Rancangan RPP SPPA seperti progres dan sosialisasi yang tidak tersampaikan ke masyarakat luas. ICJR menganggap RPP SPPA menjadi salah satu harapan untuk mengefektifkan UU SPPA agar dapat melindungi kepentingan anak sebagaimana semangat dari UU SPPA itu sendiri.

"Semakin lama pemerintah bergerak, maka semakin banyak kepentingan anak yang dikorbankan dan hal ini malah semakin menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia belum memahami Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi lebih dari 24 tahun yang lalu," pungkas Erasmus.

Berbeda dengan pemerintah, Mahkamah Agung (MA) selangkah lebih cepat dengan membuat aturan diversi anak. UU SPPA belum mengatur secara jelas tentang tata cara dan tahapan proses diversi. Oleh sebab itu MA membuat sebuah pedoman pelaksanaan diversi yang dituangkan dalam Perma itu.

Aturan ini dituangkan dalam Peraturan MA (Perma) Nomor 4 Tahun 2014 yang ditandatangani oleh Ketua MA Hatta Ali pada 24 Juli 2014 lalu. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur menyatakan Perma itu bisa menjadi panduan bagi para hakim nantinya untuk melaksanakan proses diversi dalam SPPA.

"Dua tahun setelah diundangkan itu, atau jatuh pada 30 Juli 2014, berarti 1 Agustus 2014, apa yang ada dalam ketentuan UU SPPA itu harus berlaku. Semua harus melaksanakan diversi," kata Ridwan beberapa waktu lalu.

(asp/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads