Brama Jupon Janua (31) security di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya karena menghina Prabowo dan mengaku polisi ternyata dari keluarga wong cilik. Sang ayah hanya tukang kebun di Markas Brimob, sedang ibunya penjual nasi di warung kecil di depan Markas Brimob.
"Pak e tukang kebun ten mriki. (Ayahnya tukang kebun di sini)," ujar Sulastri, ibunda Bram sambil menunjuk ke arah Markas Kompi 4 Detasemen A Brimob Polda Jatim, Medaeng, Sidoarjo, Rabu (5/11/2014).
Bram sudah ditahan di Rutan Medaeng dan kasusnya juga sudah disidangkan. Di masa Pilpres lalu, Bram dengan mengaku-ngaku Polri mengupdate status di facebook dan berpihak kepada Jokowi dan memojokkan Prabowo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
'Kalau sampai negara ini dipimpin oleh pecatan kopasus, tak terpikirkan olehku. Takutnya kejahatan akan merajalela. Ya Allah aku hanya pengen hidup tenang, menangkan jokowi ya Allah, karena aku sangat yakin dengan kepemimpinannya jokowi kalau beliau bisa menjadi presiden RI'. demikian status yang diunggah Brama di masa Pilpres lalu.
Bram merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Sayangnya sejak Bram duduk di bangku SMP, hubungan kedua orang tuanya retak dan cerai dan sudah tidak tinggal lagi di Sawotratap. Terdakwa sering tinggal bersama ibunya di rumah kontrakan di kawasan Ketegan, Taman, Sidoarjo.
"Anak saya itu nggak pernah macam-macam. Sebelum bekerja sebagai satpam, juga pernah kerja di pabrik dan kalau tidak bekerja, sering membantu saya berjualan nasi di warung ini," terang Sulastri.
Bram dikenakan pidana pencemaran nama baik dan UU ITE. Brama meringkuk di tahanan Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng Sidoarjo semenjak 6 Agustus 2014 dan terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara. Sidang perdananya telah digelar Senin (3/11).
(roi/ndr)