Kerabat keraton, Satryo Hadinagoro, menceritakan Bagong ditusuk sebelum peringatan 1 Suro atau tanggal 25 Oktober lalu. Agar peringatan 1 Suro kondusif, kejadian itu tidak dilaporkan ke polisi. Bagong dirawat oleh tim medis Pemkot Surakarta.
"Kalau kami laporkan dan menjadi perhatian umum, nanti malah memancing situasi tidak nyaman," ujar Satryo, Rabu (5/11/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaku menusuk Bagong dengan besi berupa lempengan yang diruncingkan dan bagian ujungnya dibengkokkan seperti pancing. Sehingga setelah ditusukkan, benda tersebut sulit keluar dan membuat luka semakin lebar. Mungkin setelah ditusuk, Bagong kaget dan bereaksi kesakitan sehingga pelaku lari dan tak lagi mengambil besi tersebut.
"Kami menemukan besinya masih tertancap. Besi itu sekarang kami simpan," ungkapnya.
Satryo menambahkan pelajaran yang didapat dari kematian kebo pusaka itu adalah masih banyak orang yang peduli. "Warga sekitar lokasi tempat si Bagong tinggal dan dirawat menunjukkan perhatian yang sangat mengharukan. Mereka masih peduli dengan keberadaan hewan yang mendapat tempat khusus dalam masyarakat tradisional," kata Satryo.
Bagong cukup nyentrik. Ia enggan tinggal di area keraton dan memilih hidup di areal persawahan berjarak 5 km dari keraton. Tiap kali ia dibawa keraton, ia selalu ke persawahan tersebut hingga menemui ajalnya.
(try/nrl)