Kasus bermula saat si lelaki dan perempuan pacaran sejak April 2013 lalu. Si lelaki berusia 16 tahun dan kekasihnya berusia 17 tahun. Pacaran di luar batas norma itu berakhir dengan persetubuhan pada November 2013 di kebun kelapa sawit di Kisaran, Sumatera Utara (Sumut).
"ML yuk," ajak si lelaki dengan janji akan bertanggung jawab, sebagaimana ditulis jaksa dalam dakwaanya yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Rabu (5/11/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu mereka pulang, hubungan suami istri itu dilakukan berulang kali. Pacaran mereka terbongkar saat ibu korban, Dewi, khawatir anak perempuannya tidak kunjung pulang ke rumah. Lalu Dewi mencari anaknya ke tempat kos si lelaki pada 23 Februari 2014 dan didapati anaknya menginap di kos tersebut. Dalam pengakuannya, mereka telah melakukan 13 kali persetubuhan. Dewi lalu melaporkan hal ini ke polisi dan pacar anaknya lalu diadili.
Pada 28 April 2014 jaksa menuntut pelaku telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 81 ayat 2 UU 23/200 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut berbunyi:
Pasal 81 ayat 1
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta dan paling sedikit Rp 60 juta.
Ayat 2:
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Jaksa lalu menuntut pelaku selama 2,5 tahun penjara. Atas tuntutan itu, pada 5 Mei 2014 lalu majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kisaran menjatuhkan pidana percobaan. Si lelaki tidak perlu menjalani 6 bulan pidana asalkan dalam kurun waktu 1 tahun tidak melakukan perbuatan pidana.
Atas putusan ini, jaksa mengajukan banding karena menilai putusan terlalu ringan. Selain itu jaksa juga menilai hukuman percobaan tidak mencerminkan rasa keadilan. Atas permohonan banding itu, terdakwa lalu mengajukan kontra memori banding.
"Terdakwa masih berusia 16 tahun dan masih menjalani pendidikan SLTA yang belum memahami hukum dan tidak bermaksud melanggar hukum akan tetapi hanya bermaksud agar korban tetap dapat bersamanya untuk selamanya yang didasarkan rasa sayang dan cinta yang begitu besar," tulis pengacara terdakwa, Mahmuddin Sitorus.
Selain itu, keluarga korban dan pelaku sama-sama telah memaafkan perbuatan anak-anaknya. Pelaku dan korban kini tetap bersekolah dan tetap menjalin hubungan pacaran dengan izin dari orang tua kedua belah pihak. Atas pertimbangan itu, terdakwa meminta Pengadilan Tinggi (PT) Medan mengabulkan permohonan banding itu. Permohonan itu dikabulkan PT Medan.
"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 6 bulan. Memerintahkan pidana tidak dijalani kecuali di kemudian hari ada putusan hakim oleh karena sebelum masa percobaan 1 tahun berakhir telah melakukan tindak pidana," putus hakim tunggal Dahlia Bramnana. Dalam vonis yang dibacakan pada 23 September 2014 itu, Dahlia sependapat dengan putusan PN Kisaran.
(asp/nrl)