"Apakah MWA pernah menolak proyek instalasi perpustakaan tersebut," tanya kuasa hukum Tafsir, Mqdir Ismail di PN Tipikor, Jakarta, Jl Rasuna Said, Jaksel, Rabu (5/11/2014).
Pertanyaan itu ditujukan untuk Ahmad Fauzi yang dihadirkan sebagai saksi meringankan. Fauzi adalah anggota MWA UI dari unsur pegawai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ketika ditanya jaksa dari KPK, mengenai apakah MWA pernah mendapatkan pemberitahuan dari pimpinan universitas mengenai proyek instalasi IT perpustakaan, Fauzi menyatakan lupa. "Saya tidak tahu apakah sudah mendapatkan laporan atau belum. Seharusnya kalau sudah bisa dicek, itu kan ada catatannya," ujar Fauzi.
Salah satu poin yang dipersoalkan jaksa KPK dalam kasus ini adalah, proyek pembangunan instalasi IT itu tidak mendapatkan persetujuan dari MWA. Uang untuk proyek tersebut berasal dari βdana dari biaya sewa tempat oleh BNI 46 di perpustakaan tersebut sebesar Rp 50 miliar. Mantan Rektor UI Gumilar Soemantri yang sudah dihadirkan di persidangan pada kesempatan sebelumnya mengakui pihak pimpinan universitas tidak melaporkan penggunaan dana tersebut ke MWA.
Menurut Fauzi, jika dalam perjalanannya, pimpinan universitas mendapatkan dana tambahan yang bukan berasal dari Dipa anggaran awal, maka dana tersebut tidak perlu dilaporkan ke MWA. Dia juga menyampaikan MWA sejauh ini tidak pernah memberikan catatan tertentu terkait proyek instalasi IT.
"Tidak pernah ada larangan pengintegrasian IT perpustakaan dari MWA. Soal penyewaan gedung oleh BNI juga tidak pernah dibahas," kata Fauzi.
Proyek itu pun kemudian bermasalah karena terdapat proses tender yang tidak semestinya. Mantan Wakil Rektor II UI Tafsir Nurchamid didakwa memperkaya diri dengan menerima satu dekstop merk Apple dan satu iPad. Kerugian keuangan negara Rp 13,076 miliar akibat penyimpangan ini.β
(fjr/rmd)