"Nggak perlu dikeluarkan. Nggak tepat lah," Kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Susanto saat berbincang dengan detikcom via telepon, Rabu (5/11/2014) pagi.
Susanto berkata, KPAI belum mendapat laporan dan mempelajari lebih jauh kasus itu. Namun ia berjanji KPAI akan segera bersurat ke SMA Negeri Bungaraya dan Dinas Pendidikan setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susanto menilai, terlalu berlebihan jika sekolah harus sampai mengeluarkan siswa karena mengkritik. Apalagi jika kritik tersebut sifatnya membangun.
"Kritik itu kan hal baik, indikator bahwa sekolah itu mengembangkan sekolah yang demokratis dan ramah anak," ucapnya.
Tiga siswa kelas 2 SMA Negeri Bungaraya, Kabupaten Siak, Riau, dikeluarkan karena persoalan sepele, yakni mengkritisi kebijakan sekolah lewat status FB. Mereka adalah Reksa Dirgantara Putra, Wiwit Dwi Santoro, dan Towil Maamun.
Ayah Reksa Dirgantara, Sudwi Harto, mengatakan, putranya dikeluarkan dari sekolah sekitar sepekan lalu. Anaknya dikeluarkan gara-gara mengomentari status FB seorang rekannya yang bunyinya, "Murid terlambat dihukum, guru terlambat tidak dihukum".
"Anak saya lantas ikut mengomentari dengan kata 'bakar'. Inilah yang membuat marah pihak sekolah dan membuat keputusan sepihak mengeluarkan anak saya termasuk dua temannya," kata Dwi saat diwawancarai detikcom, Selasa (4/11/2014).
Sebagai orangtua, Dwi tidak terima atas keputusan sekolah tersebut. Seharusnya, pihak sekolah melakukan pembinaan atau memanggil orangtua siswa jika memang muridnya dianggap tidak wajar berkomentar di FB.
"Masak main keluarkan begitu saja dengan alasan bahwa status di FB itu sebagai puncaknya. Alasan lain, katanya anak saya dan kedua rekannya sering terlambat masuk, dan sering tidak masuk," kata Dwi.
"Katakanlah anak saya nakal di sekolah. Tapi kenakalannya hanya sebatas seperti yang disampaikan pihak sekolah sering bolos dan terakhir soal komentar di status facebook kawannya. Anak saya bukan pelaku narkoba di sekolahnya. Masak urusan FB jadi dikeluarkan," sambungnya.
Ditambahkan Dwi, anaknya kini telah pindah ke salah satu madrasah aliyah swasta di Siak. "Ya mau bagaimana lagi, anak saya sudah dikeluarkan dari sekolah. Kita sebenarnya tidak bisa menerima ini, tapi mau gimana lagi," kata Dwi.
(bar/ndr)