Dua terdakwa kasus kekerasan seksual dalam kasus Jakarta International School (JIS), Syahrial dan Agun disebut mendapat kekerasan dari pihak kepolisian. Hal tersebut diungkap oleh KontraS yang mendatangkan kedua istri petugas cleaning service itu dalam sebuah dialog.
"Waktu saya lihat dengan mata kepala sendiri suami saya semuanya habis, badannya pada sakit semua, lebam. Ada stapler di kupingnya, dia dipaksa untuk mengakuinya (melakukan kekerasan seksual). Dari jam 9 malam sampai jam 3 pagi disekap, supaya mengakui. Saya sampai tidak mengenali itu suami saya," ujar istri Syahrial, Yaya.
Pengakuan tersebut diungkap Yaya dalam sebuah dialog bersama KontraS di Kedai Tjikini, Jl Cikini Raya, Jakpus, Selasa (4/11/2014). Sayangnya, Yaya tidak memiliki bukti kekerasan yang diterima suaminya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada juga diungkap oleh istri terdakwa kasus JIS, Agun, yang bernama Narti. Menurut wanita berjilbab yang baru saja melahirkan ini, suaminya ditemukan dalam keadaan babak belur sehari setelah penahanan.
"Penangkapan tanggal 3 April, atasannya datang ke rumah bilang 'suami kamu melakukan kekerasan'. Kakak ipar besok paginya nengokin boleh ketemu tapi udah babak belur, di matanya, di badannya semua lebam. Seninnya saya baru ke sana luka-lukanya sudah hitam," ungkap Narti dalam kesempatan yang sama.
Saat Agun ditangkap, Narti sedang dalam keadaan hamil. Anaknya pun lahir saat suaminya sedang berada dalam penjara. Narti sempat menanyakan kepada Agun apakah ia benar-benar melakukan tindak kekerasan seksual terhadap siswa TK JIS, Agun pun disebut membantahnya.
"Dia bilang ngak bener, dia berani bersumpah demi anak yang sedang saya kandung, tapi dia bilang dia dipaksa untuk mengakui. Suami saya pernah disekap, dipakein lakban, pernah disetrum juga," aku Narti.
"Tolong bebaskan suami saya, dia masih punya tanggung jawab untuk anak kami. Kalau bukan suami saya siapa yang menafkahi. Saya akhirnya kerja, anak saya tinggal di rumah. Sudah kehilangan kasih sayang ayahnya harus kehilangan kasih sayang ibunya juga," tambah Narti sambil menangis.
KontraS sendiri melihat kasus JIS ini merupakan sebuah kasus yang direkayasa oleh Polisi. Selain itu juga menurut koordinator KontraS, Haris Azwar, penanganan kasus JIS ini sama sarat kekerasan terhadap terdakwa.
"Dugaan saya kasus JIS ini testing the water aja, dibangun tentang sentimen asing, dan mengaburkan fakta yang sebenarnya. Ketika kasus pelecehan seksual banyak terjadi di tempat lain kenapa yang banyak digoreng kasus JIS ini," tutur Haris yang menjadi pembicara dalam diskusi.
Hariz pun berharap agar kepolisian bisa membenahi instansinya, terutama dalam pemerintahan baru Presiden Joko Widodo ini. "Masyarakat tidak mungkin hidup tanpa polisi, tapi kita merindukan polisi yang berintegritas," tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada penjelasan dari pihak kepolisian.
(ear/ndr)