Kasus bermula saat PN Makassar mendapat alokasi APBN untuk membangun gedung sebesar Rp 9 miliar dalam tahun anggaran 2007. Proyek ini lalu diumumkan di media massa dan dimenangkan PT Murni Palesu Putra (MPP) dengan nilai penawaran Rp 7,6 miliar dengan jangka waktu pelaksanaan 150 hari. Proyek itu ditandatangani Haris selaku penanggung jawab kegiatan dengan Direktur PT MPP Iqbal Lewa. Kontrak direvisi menjadi Rp 8,4 miliar pada 31 Desember 2007.
Namun menjelang habis waktu pengerjaan proyek, pembangunan gedung belum kelar yaitu baru 86 persen per 14 Desember 2014. Meski belum selesai, Haris meminta bendaharanya untuk melakukan pembayaran termin V sebesar Rp 1,2 miliar dan pada 31 Desember 2007 dibuat Berita Acara proyek 100 persen telah selesai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 7 April 2009 jaksa menuntut Haris dihukum 4 tahun penjara. Putusan ini dikabulkan Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada 2 Juni 2009. Siapa nyana, Pengadilan Tinggi (PT) Makassar pada 24 Februari 2010 memperberat menjadi 5 tahun penjara. Selain itu juga menjatuhkan denda Rp 150 juta subsidair 5 bulan kurungan. Atas vonis itu, Haris lalu mengajukan kasasi.
"Saya sama sekali tidak mempunyai niat sekecil apa pun untuk merugikan proyek pembangunan PN Makassar yang saya cintai. Justru saya sangat menginginkan pembangunan tersebut dapat diselesaikan 100 persen sesuai bestek," ucap Haris dalam memori kasasi yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Selasa (4/11/2014).
Namun apa daya, majelis kasasi bergeming atas permohonan itu.
"Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/terdakwa Drs Haris Arifuddin SH," putus majelis kasasi yang diketuai hakim agung I Made Tara dengan anggota Mahdi Soroinda Nasution dan Prof Dr Surya Jaya pada 11 Mei 2011 silam.
Di kasus itu, bendahara PN Makassar, Sudharmono, juga diadili. Di PN Makassar, Sudharmono dijatuhi 1 tahun penjara dan diperberat menjadi 2 tahun penjara oleh majelis hakim PT Makassar. Di tingkat kasasi, Sudharmono dilepaskan dari segala dakwaan. Duduk sebagai ketua majelis Djoko Sarwoko dengan anggota Sophian Martabaya dan Abdul Latief.
(asp/nrl)