Berdasarkan informasi dari konsulat jenderal Indonesia di Kuching, negara bagian Serawak memang sangat luas, atau hampir sebesar Pulau Jawa. Wilayah yang berada di bagian utara Kalimantan itu memiliki perbatasan dengan Indonesia nyaris 1000 km yang rata-rata berupa hutan belantara.
Sejauh ini, hanya terdapat dua Kantor imigrasi yang melayani pelintas batas secara legal. Sisanya, tidak ada dinding pemisah atau pagar yang menghalangi orang untuk melintas. "Hampir setiap dua kilometer terdapat "jalan tikus" yang bisa dilalui," ujar Marisa, pejabat Konsulat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konsulat Indonesia menengarai, saat ini terdapat lebih 200 ribu TKI ilegal di Serawak. Namun, imigrasi setempat hanya mengakui 20 ribu saja. Sulitnya menghitung TKI ilegal karena mereka datang sembunyi-sembunyi dan tidak pernah melapor ke konsulat.
Uniknya, tidak sedikit dari TKI tersebut datang ke tempat mereka bekerja dengan membawa keluarga. Diduga terdapat ribuan anak Indonesia yang kini mengalami masalah dengan pendidikan karena berada di tengah hutan atau perkebunan.
Tidak hanya itu, masalah yang ditimbulkan oleh para TKI juga beraneka macam. Mulai dari lari dari pemilik perkebunan, pencurian, narkotika, pelacuran hingga pembunuhan. Semua menjadi perhatian konsulat dalam rangka perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri.
Marisa lebih lanjut mengatakan, untuk menangani kasus-kasus dengan profil tinggi seperti narkotika dan pembunuhan, konsulat dalam setahun harus merogoh anggaran hampir setengah miliar rupiah. "Itu baru untuk menyewa pengacara. Belum termasuk biaya tempat penampungan mereka yang bermasalah," ujarnya.
Dalam sebulan, sekitar 30-an TKI mengirimkan SOS ke konsulat dan kemudian ditampung di konsulat sampai selesai masalahnya. Diakui, selama perbatasan masih penuh lubang tikus dan kemakmuran di sekitar perbatasan masih timpang maka diplomasi konsulat lebih pada urusan TKI yang bermasalah.
(jor/jor)











































