Pelayanan commuter line dibandingkan dahulu sudah jauh lebih baik. Sekarang semua penumpang sama, menikmati kereta ber-AC. Semua bercampur baur tak mengenal status sosial di gerbong kereta.
Pelayanan di stasiun juga sudah jempolan. Tengok saja WC di tiap stasiun, bersih dan tak dipungut biaya. Kebersihan area stasiun dari sampah juga patut dipuji. Bahkan tak ada puntung rokok yang bertebaran.
Jumlah penumpang commuter line pun melonjak, tak kurang 700 ribu penumpang setiap harinya dilayani. Tapi persoalan lain muncul, di jam pergi dan pulang kantor terjadi kepadatan penumpang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak dari Bojonggede, gerbong sudah padat. Kemudian masuk ke stasiun lainnya, Citayam, Depok, hingga Depok Baru penumpang semakin menumpuk. Berhimpitan dan berdesakan. Sesama penumpang pun saling bertoleransi.
Rutin setiap pagi, saling himpit, desak, dan senggol terjadi di jam pergi kantor. Penumpang mesti bersabar, yang penting naik kereta tak kena macet. Kemudian ada juga yang berucap di negara lain juga begitu, naik kereta pagi berhimpitan, jadi wajar.
Lalu kira-kira apakah setiap pagi, setiap berangkat dan pulang kerja akan seperti itu, berhimpit dan berdesakan? Semoga saja tidak, angkutan umum harus nyaman, tak sekedar ada. Ini yang membuat masyarakat pengguna kendaraan pribadi akan tertarik pindah ke moda transportasi umum.
Mungkin, dengan subsidi yang naik, perbaikan tak hanya sekedar memasang layar atau jadwal yang besar di stasiun. Yang diperlukan jadwal kereta yang masuk akal dan gerbong yang memadai, mencegah kepadatan di jam pergi dan pulang kantor.
Bagaimana menurut Anda?
(ndr/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini