"Permintaan kami sederhana, permintaan kami sangat jelas, embargo terhadap Kuba harus diakhiri!" demikian pernyataan tegas Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Desra Percaya, pada pertemuan Majelis Umum PBB pada 28 Oktober 2014 lalu di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri Menlu Kuba Bruno Eduardo Rodriquez Parrilla, Desra menyebut embargo AS jelas melanggar kedaulatan negara lain. Menurutnya, AS harus mematuhi Resolusi PBB tentang pengakhiran embargo yang sudah dikukuhkan Majelis Umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desra mengatakan, selain dampak ekonomi dan dampak terhadap pembangunan nasional Kuba, embargo yang dilakukan AS merupakan kebijakan yang kontra-produktif dan merugikan negara-negara yang memiliki hubungan komersial dengan Kuba.
Pertemuan Majelis Umum PBB tersebut menyepakati resolusi yang berjudul “Necessity of ending the economic, commercial and financial embargo imposed by the United States of America against Cuba”. Resolusi tersebut diadopsi oleh PBB melalui pemungutan suara, dimana 188 dari 193 negara PBB, termasuk Indonesia mendukung resolusi tersebut. AS dan Israel tercatat sebagai dua negara yang menolak resolusi. Sementara sisa negara lainnya abstain.
Resolusi pengakhiran embargo terhadap Kuba ini telah dikukuhkan sebanyak 23 kali oleh Majelis Umum PBB. Namun demikian hingga saat ini embargo tersebut belum dijalankan oleh AS. Menurut laporan Menlu Kuba, penerapan embargo AS telah menghancurkan perekonomian Kuba dan menimbulkan kerugian ekonomi senilai USD 1,1 Triliun dan berdampak denda sebesar USD 11 Miliar terhadap 38 bank asing yang melakukan transaksi dengan Kuba. Mayoritas negara anggota PBB menilai bahwa embargo terhadap Kuba adalah hal yang kuno dan merupakan peninggalan perang dingin yang sudah tidak relevan dengan prinsip pergaulan antar bangsa yang berdasarkan dialog dan saling menghormati.
(rmd/nrl)











































