Polyglot di Indonesia: dari Kakak RA Kartini hingga Gayatri

Polyglot di Indonesia: dari Kakak RA Kartini hingga Gayatri

- detikNews
Jumat, 24 Okt 2014 14:32 WIB
dok buku 'Bunga Rampai Sikap Hidup Drs RMP Sosrokartono'
Jakarta -

Gayatri Wailissa, gadis 'ajaib' yang menguasai 14 bahasa bisa dikategorikan sebagai polyglot yaitu orang menguasai lebih dari 4 bahasa. Polyglot sendiri tidak terlalu asing di Indonesia. Sebelum Gayatri yang meninggal di usia 18 tahun, ada polyglot dalam negeri yang bisa menguasai 36 bahasa. Siapa dia?

Dialah Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak dari Raden Ajeng Kartini. Sosrokartono ini termasuk polyglot yang pertama di Indonesia.

Dikutip dari berbagai sumber, termasuk dari buku 'Bunga Rampai: Sikap Hidup Drs RMP Sosrokartono' yang ditulis Moesseno Kartono, RMP Sosrokartono ini menguasai 26 bahasa asing dan 10 bahasa daerah Indonesia. Sosrokartono, yang kelahiran 10 April 1877 itu memang dikenal cerdas. Sebagai anak bangsawan yang juga Bupati Jepara RM Adipati Ario Sosroningrat, Sosrokartono mengenyam pendidikan setara orang-orang Belanda yang ada di Indonesia saat itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menempuh SD di Eropesche Lagere School di Jepara, kemudian melanjutkan ke sekolah menengah di Hogere Burgerschool di Semarang, dan melanjutkan pendidikan ke Belanda pada 1898, menjadi mahasiswa pertama yang melanjutkan pendidikannya ke Belanda. Mulanya Sosrokartono masuk ke sekolah teknik di Leiden, kemudian berpindah ke jurusan bahasa dan kesusastraan Timur.

Selulusnya dari sekolah tinggi, dengan Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden, dia mengembara ke seluruh Eropa, menjelajahi pelbagai pekerjaan seperti penterjemah dan wartawan di media Eropa hingga akhirnya menjadi wartawan media dari AS, The New York Herald Tribune. Sosrokartono meliput Perang Dunia (PD) I.

Ketika bertugas dalam medan perang, guna memperlancar tugasnya, Sosrokartono diberi pangkat mayor oleh pihak Sekutu. Masterpiece-nya sebagai wartawan PDI I adalah memuat hasil perundingan antara Jerman yang kalah perang dengan Prancis, pihak yang menang.

Perundingan itu berlangsung secara rahasia di sebuah gerbong kereta api di hutan Campienne, Prancis, dan dijaga sangat ketat. Nama penulis berita itu tak disebutkan, selain kode tiga bintang, kode samaran Sosrokartono.

Setelah PD I selesai, Sosrokartono kembali menjadi penterjemah di Wina, kemudian ahli bahasa pada Kedubes Prancis di Den Haag, dan penerjemah di kantor Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa.

Profesor Dr JHC Kern, dosen pembimbingnya di Universitas Leiden, pernah mengundang Sosrokartono untuk menjadi pembicara dalam Kongres Bahasa dan Sastra Belanda ke-25 di Gent, Belgia, pada September 1899. Dalam kongres yang membicarakan masalah bahasa dan sastra Belanda di pelbagai negara itu, Sosrokartono mempersoalkan hak-hak kaum pribumi di Hindia Belanda yang tak dipenuhi pemerintah jajahan.

Dalam pidatonya yang berjudul Het Nederlandsch in Indie (Bahasa Belanda di Indonesia), Sosrokartono antara lain mengungkapkan: β€œDengan tegas saya menyatakan diri saya sebagai musuh dari siapa pun yang akan membikin kita (Hindia Belanda) menjadi bangsa Eropa atau setengah Eropa dan akan menginjak-injak tradisi serta adat kebiasaan kita yang luhur lagi suci. Selama matahari dan rembulan bersinar, mereka akan saya tantang!”

Kini, Sosrokartono, seperti halnya sang adik, RA Kartini, juga dikenal sebagai pejuang pendidikan. Sosrokartono wafat 8 Februari 1952, tanpa meninggalkan istri dan anak. Dia dikebumikan di makam Sedo Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah di samping makam kedua orang tuanya Nyai Ngasirah dan RMA Sosroningrat.

Polyglot Indonesia

Di Indonesia sendiri, sudah ada perkumpulan bagi orang-orang yang bisa menguasai banyak bahasa. Perkumpulan itu adalah "Polyglot Indonesia". Dalam situsnya, polyglotindonesia.org, yang ditilik pada Jumat (24/10/2014), disebutkan Polyglot Indonesia didirikan pada tahun 2012 oleh ketiga founder yakni Arra’di Nur Rizal (di Swedia, sekarang sedang bekerja di Lund University di Swedia), Monis Pandhu Hapsari (di Italia, Monis adalah Penggagas Polyglot Yogyakarta di thn 2010-2011 bersama Sandya Rani Kartosengodjo, sekarang sedang mengambil S2 yang kedua di Italia) dan Krisna Laurensius (saat pendirian, berkuliah di Korea, sekarang Diplomat RI di HongKong) sebagai wadah bagi semua penggemar bahasa.

Mereka mendirikan komunitas ini dengan tujuan belajar bahasa, "dengan suasana yang santai fun meminimalisir terintimidasi". Pada 2013, mereka mulai mengadakan kegiatan Language Exchange Meetup, untuk saling belajar bahasa.

detikcom, yang pernah mewawancarai salah satu pendirinya, Arra'di Nur Rizal tahun 2013 lalu mengatakan, rata-rata polyglot di Indonesia mampu berkomunikasi dalam 5 bahasa. Hanya ada satu orang yang bisa berkomunikasi dalam 11 bahasa.

"Selama yang saya ketahui dan pernah bertemu, termasuk koordinator kami, rata-rata mereka mempelajari dan menggunakan 5 bahasa. Yang paling banyak saya ketemui dan kami juga mempunyai videonya adalah teman kami dari Yogyakarta bernama Vremita yang mempelajari dan menggunakan 11 bahasa," jelas Rizal saat diwawancara detikcom, Selasa (19/3/2013) lalu.

"Pada saat bertemu semua bisa di bicarakan dari gosip sampai politik," tutur Rizal berpromosi.

Sedangkan Gayatri Wailissa, gadis ajaib 'polyglot' menguasai 9-14 bahasa asing, meninggal pada Kamis (23/10/2014) sore kemarin. Panglima Kodam V/Brawijaya Mayor Jenderal Eko Wiratmoko yang merupakan mantan Panglima Kodam XVI/Pattimura adalah orang yang pertama kali menemukan bakat luar biasa Gayatri. Eko pun sangat dekat dengan Gayatri.

Gayatri dijuluki anak ajaib karena dalam usia yang sangat belia, dia sudah menguasai 14 bahasa asing. Saat berusia 16 tahun dan duduk di kelas 2 SMA, Gayatri telah menguasai berbagai macam bahasa, antara lain bahasa Inggris, Italia, Spanyol, Belanda, Mandarin, Arab, Jerman, Perancis, Korea, Jepang, dan India, Rusia dan bahasa Tagalog. Gayatri memang diketahui memiliki kemampuan menakjubkan di bidang linguistik.

Hebatnya, Gayatri bisa menguasai 14 bahasa asing itu tanpa mengikuti kursus. Karena keterbatasan ekonomi keluarga, Gayatri belajar bahasa asing dari menonton film asing dan mendengarkan lagu-lagu asing.

Karena kemampuan yang menakjubkan itu, Gayatri didapuk menjadi duta Kodam XVI/Pattimura. Gayatri juga pernah menjadi Duta ASEAN untuk Indonesia di bidang anak mewakili Indonesia. Dia berada di Jakarta untuk menembus tes agar bisa masuk ke jurusan Hubungan Internasional, sehingga bisa mewujudkan cita-citanya sebagai diplomat.

(nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads