β"Bukan masalah legalisasi perkawinan beda agama tapi kenapa pegawai catatan sipil ini haknya besar sekali melebihi ulama?" kata Rangga usai sidang di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2014).
Yang dimaksud dengan hak pegawai catatan sipil adalah hak untuk menafsirkan sebuah perkawinan adalah sah atau tidak. Menurut Rangga, hak itu melebihi kewenangan sebagai petugas administrasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekeliruan keterangan pihak terkait yang ia maksud adalah keterangan dari FPI dan Muhammadiyah yang menjelaskan perkawinan berdasarkan hukum agama. Menurut Rangga, hal itu bukan masalah, tapi yang menjadi masalah adalah kewenangan si petugas administrasiβ.
"βSeperti keterangan pemerintah, FPI, Muhammadiyah jadi keliru. Jadi nggak enak tadi sidangnya karena argumennya tidak ketemu. Kita sepakat perkawinan harus berdasarkan agama cuma jangan yang menafsirkan itu pegawai catatan sipilnya," kata Rangga.
β"Kalau sekarang ini yang dibidik itu pegawai catatan sipil. Jadi bukan melemahkan organisasi agama. Kalau dikabulkan nanti organisasi agama akan memiliki peran besar untuk mengajarkan perkawinan berdasarkan hukum agama ke masyarakat," ujar Rangga.
Dalam sidang uji materi Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan yang digelar di MK hari ini, Muhammadiyah menyampaikan keterangannya sebagai pihak terkait. Rangga bersama Damian Agara Yuvens, Varida Megawati Simarmata, Luthfi Sahputra dan Anbar Jayadi akan mendengarkan keterangan 6 organisasi agama resmi dalam sidang selanjutnya.
"Sudah diserahkan ke masing-masing kepercayaan dan agama saja, pegawai catatan sipil masih dipermasalahkan. Jadi sudah dilakukan secara agama pun tetap jadi masalah. Sidang selanjutnya keterangan dari NU, PGI, KWI, Mataqin (Konghucu) dan lainnya, seharusnya dari tiap agama jadi ada 6 organisasi," tutup Rangga.
(vid/asp)